Mediapasti.com – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memastikan akan melanjutkan program pengiriman siswa bermasalah ke barak militer dalam rangka mengikuti pendidikan karakter berbasis militer.
Meski menuai kritik tajam dari masyarakat dan pemerhati pendidikan, Dedi meyakini program tersebut efektif menekan angka tawuran pelajar dan geng motor di wilayahnya.
Tangis Haru Dedi Mulyadi Sambut Lulusan Angkatan Pertama
Momen haru terlihat saat Dedi memeluk satu per satu siswa lulusan angkatan pertama program pendidikan karakter yang digelar di Resimen Induk Daerah Militer (Rindam) III/Siliwangi, Bandung.
Dengan mata berkaca-kaca, ia menyampaikan kebanggaannya atas transformasi para siswa yang sebelumnya dianggap bermasalah.
“Saya melihat sendiri perubahan mereka. Ini bukan sekadar pelatihan disiplin, tapi juga proses pembentukan karakter dan mental,” ujar Dedi dalam acara pelepasan lulusan program.
Program Militerisasi Siswa Dianggap Kontroversial
Meski mengklaim adanya hasil positif, seperti penurunan angka kriminalitas remaja, program ini tidak lepas dari kritik tajam.
Banyak aktivis pendidikan dan pemerhati hak anak menilai bahwa pendekatan militeristik bertentangan dengan prinsip-prinsip pendidikan inklusif dan humanis.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebelumnya telah menyatakan keprihatinan dan meminta evaluasi terhadap program ini.
KPAI menilai pengiriman siswa ke lingkungan militer dapat berisiko terhadap kesehatan mental, hak atas perlindungan anak, serta pengembangan potensi akademik dan sosial siswa.
Dedi Klaim Program Efektif dan Akan Diperluas
Meski menuai polemik, Dedi Mulyadi tetap percaya diri dan menyatakan akan memperluas program tersebut ke berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat.
Ia menyebut banyak kepala daerah yang mulai tertarik mereplikasi model pelatihan ini.
“Setelah mereka lulus, akan ada lanjutan pembinaan selama dua minggu tiap bulannya selama setahun. Program ini akan berkesinambungan. Banyak bupati dan wali kota sekarang mulai mengambil peran,” tegas Dedi.
Ia pun berharap kelak akan lahir “anak-anak hebat dari Jawa Barat” yang lebih disiplin, tangguh, dan beretika berkat pelatihan karakter ini.
Kritik dari Masyarakat dan Akademisi
Publik pun terbagi. Di media sosial, tak sedikit warganet yang menyuarakan kekhawatiran soal pendekatan koersif dalam pendidikan karakter.
Para akademisi menyebut program ini berpotensi melanggar UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Pendidikan Nasional, yang menekankan pendekatan partisipatif, dialogis, dan tanpa kekerasan.
Selain itu, tidak ada kajian akademik independen yang menjelaskan efektivitas jangka panjang program tersebut dalam menurunkan angka kenakalan remaja.
Beberapa pihak meminta Pemprov Jabar segera menyusun mekanisme evaluasi dan akuntabilitas yang jelas sebelum program diperluas.
Pengamat pendidikan dari UPI, Dr. Siti Rohani, menyebut bahwa masalah kenakalan remaja tidak bisa diselesaikan hanya dengan kedisiplinan ala militer.
“Butuh pendekatan holistik yang melibatkan sekolah, keluarga, dan komunitas. Pendidikan karakter tidak boleh berdiri sendiri, apalagi jika pendekatannya keras atau menimbulkan trauma,” ujar Siti.