Mediapasti.com – Ekonomi Indonesia menunjukkan tanda-tanda pelemahan di awal 2025. Tekanan semakin besar seiring memanasnya perang dagang global yang dipicu kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran: akankah Indonesia terjerumus ke dalam krisis atau bahkan resesi?
Namun, menurut Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Chatib Basri, kekhawatiran itu tak perlu dibesar-besarkan.
“Enggak usah khawatir dengan terjadinya resesi,” ujar Chatib dalam Kuliah Umum di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), dikutip Kamis (15/5/2025).
Menariknya, keyakinan ini bukan semata karena kekuatan fundamental ekonomi Indonesia, melainkan karena—dalam kata-katanya sendiri—“good policy response dan good luck.”
Menurut Chatib, minimnya integrasi ekonomi Indonesia ke pasar global membuat dampak perang dagang tidak terlalu menghantam. Indonesia dinilai kurang kompetitif dan kurang terhubung dengan sistem perdagangan global, sehingga efek rambatan dari krisis global pun jadi lebih ringan.
“Kita enggak mampu, enggak kompetitif, less integrated, akibatnya kita enggak terlalu kena banyak di dalam konteks global ini,” jelas mantan Menteri Keuangan RI periode 2013–2024 itu.
Chatib memaparkan data untuk mendukung argumennya. Rasio ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya sekitar 25%. Bandingkan dengan Singapura yang mencapai 180%, Vietnam 79%, dan Thailand sekitar 60%.
Dengan keterkaitan global yang minim, Indonesia diperkirakan tetap tumbuh meski perlahan. Bahkan, kata Chatib, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 berpeluang lebih tinggi dari negara-negara yang lebih terbuka seperti Vietnam atau Singapura.
Hal ini sejalan dengan prediksi Dana Moneter Internasional (IMF). Dalam World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7% untuk 2025–2026. Meski turun, angka ini masih lebih baik dari Vietnam yang diprediksi hanya tumbuh 5,2% di 2025 dan turun ke 4% pada 2026 akibat tekanan perang dagang.
Namun, Chatib mengingatkan bahwa kondisi ini juga punya sisi negatif. Saat ekonomi global kembali pulih, Indonesia justru akan lebih lambat bangkit karena ekspornya tidak terdongkrak secara signifikan.
“Minimnya keterkaitan global ini adalah berkah sekaligus kelemahan,” tutupnya.