Mediapasti.com – Pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada Kamis, 20 Maret 2025, menuai gelombang penolakan di berbagai daerah. Sejumlah aksi unjuk rasa yang digelar di Jakarta, Surabaya, Semarang, Malang, dan Pekanbaru berakhir ricuh, dengan aparat keamanan dituding melakukan tindakan represif terhadap demonstran.
Penangkapan dan Kekerasan Warnai Aksi di Semarang
Di Semarang, lima orang ditangkap saat aksi di depan Kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah. Tiga di antaranya merupakan mahasiswa Universitas Diponegoro. Menurut BEM Undip, aparat melakukan pemukulan terhadap peserta aksi dan menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa.
Surabaya: Massa Dibubarkan dengan Water Cannon
Kericuhan juga terjadi di Surabaya, tepatnya di depan Gedung Negara Grahadi. Polisi membubarkan aksi menggunakan water cannon setelah menangkap seorang peserta aksi yang sempat dituduh membawa bom molotov—yang belakangan tidak terbukti. Bentrokan membuat massa terpukul mundur hingga ke sekitar Plaza Surabaya.
Puluhan Terluka di Malang, LBH Sebut Ada Tindakan Berlebihan
Di Kota Malang, demonstrasi pada 23 Maret 2025 berubah menjadi bentrokan setelah massa menyerbu gedung DPRD setempat. Koordinator LBH Malang, Daniel Siagian, menyebut lebih dari 20 orang mengalami luka-luka, termasuk seorang mahasiswa yang mengalami luka serius di kepala. Ia menilai tindakan aparat tergolong eksesif.
Jakarta: Water Cannon dan Gas Air Mata Dipakai di Depan DPR
Aksi di depan Gedung DPR/MPR di Jakarta juga dibubarkan dengan water cannon dan gas air mata. Polisi menggunakan taktik pengejaran dengan kendaraan roda dua untuk menangkap sejumlah peserta aksi. Dua sepeda motor milik demonstran ditinggalkan di lokasi saat pengendaranya lari menghindari penangkapan.
Ojek Online Jadi Korban Salah Tangkap
Seorang pengemudi ojek online bernama Raka menjadi korban salah tangkap di kawasan JCC, Jakarta. Ia mengaku dihajar belasan polisi karena dituduh sebagai peserta aksi. Padahal, saat itu ia hanya sedang mengisi daya ponsel di pinggir jalan.
“Saya nggak bisa ngapa-ngapain, dipukul, ditendang, saya cuma bisa pasrah,” kata Raka, 22 tahun.
Tuntutan Sipil: Usut Tindakan Represif
Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak agar kepolisian bertanggung jawab atas tindakan kekerasan dan salah tangkap yang terjadi selama aksi. Mereka juga meminta agar penegakan hukum dilakukan terhadap aparat yang terbukti melanggar prosedur.