Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang, Jawa Tengah, menetapkan seorang mantri Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Banyumanik berinisial DNR sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi.
DNR diduga menipu 10 anggota TNI melalui praktik suplesi kredit fiktif serta penyalahgunaan dana pinjaman nasabah. Atas perbuatannya, DNR langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I A Semarang, Kedungpane pada Senin (22/12/2025).
Penahanan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor PRINT-12/M.3.10/Fd.2/12/2025, setelah sebelumnya penetapan tersangka tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor B-14/M.3.10/Fd.2/12/2025.
“Tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas I A Semarang, Kedungpane,” kata Plt Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Semarang, Sarwanto, Senin (29/12/2025).
Sarwanto menjelaskan, kasus ini bermula dari pengelolaan kredit bermasalah di BRI Unit Banyumanik yang berlangsung hampir tiga tahun, sejak 2021 hingga 2024. Dalam periode tersebut, tersangka diduga merekayasa pengajuan suplesi kredit, mengalihkan dana pelunasan pinjaman, serta memanfaatkan setoran angsuran nasabah untuk kepentingan pribadi.
Akibat perbuatannya, sejumlah nasabah terjerat persoalan kredit tanpa pernah mengajukan pinjaman, lantaran identitas mereka dicatut sebagai sarana pengajuan kredit fiktif. Selain merugikan debitur, aksi ini juga menyebabkan kerugian keuangan pada BRI Unit Banyumanik yang diperkirakan mencapai sekitar Rp3 miliar.
Modus Operandi
Dalam menjalankan aksinya, DNR diduga menyusun skema terstruktur untuk mengelabui sistem perbankan. Ia disebut merekayasa pengajuan suplesi kredit BRIGUNA dengan memalsukan dokumen pinjaman, mulai dari tanda tangan nasabah, juru bayar instansi, hingga persetujuan atasan debitur.
Tersangka juga diduga mengalihkan dana hasil pencairan suplesi kredit milik nasabah yang sah serta memanfaatkan dana yang seharusnya digunakan untuk melunasi kewajiban kredit sebagai sumber pembiayaan kepentingan pribadi.
Modus lain yang dilakukan yakni menyalahgunakan uang setoran penurunan pokok pinjaman dan angsuran kredit dengan memanfaatkan ketidaktahuan nasabah pascarestrukturisasi pinjaman. Nasabah tetap menyetor angsuran dengan nominal lama, sementara tersangka hanya menyetorkan sesuai nilai baru yang lebih kecil dan memanfaatkan selisihnya.
“Uang setoran tersebut diputar untuk menutup angsuran debitur lain, sehingga tersangka tidak perlu melakukan penagihan,” jelas Sarwanto. Ia juga membenarkan bahwa sebagian korban berasal dari kalangan prajurit TNI. “Korbannya sepuluh anggota (TNI) dan satu warga sipil,” pungkasnya.


















