Mediapasti.com – Vladimir Putin dan Kim Jong Un telah menandatangani “perjanjian kemitraan komprehensif”. Di dalamnya terdapat klausul berisi persetujuan untuk memberikan “bantuan timbal balik jika terjadi agresi” terhadap salah satu negara, kata Putin. Dia tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan agresi.
Presiden Rusia tersebut membuat pengumuman itu setelah melakukan pembicaraan dengan Kim saat mengunjungi Pyongyang.
Kim mengatakan perjanjian yang dia tanda tangani dengan Putin membuat hubungan kedua negara menjadi “aliansi tingkat tinggi yang baru”.
Kesepakatan tersebut memperkuat kemitraan Rusia-Korut sekaligus menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara Barat. Hal ini juga dapat menimbulkan dampak yang signifikan bagi dunia, kata para pengamat.
Kesepakatan pertahanan itu, menurut sejumlah analis, bisa mendorong Moskow membantu Pyongyang dalam konflik di Semenanjung Korea di masa depan.
Chad O’Carroll, pakar Korea Utara dari NK News, mengatakan di X, bahwa perjanjian tersebut dapat membuka pintu bagi kerja sama terkait konflik, termasuk kemungkinan tentara Korea Utara membantu Rusia di Ukraina.
Putin dalam beberapa bulan terakhir menghadapi kesulitan di medan perang di Ukraina, terutama karena jumlah senjata berkurang.
Pada pertemuan tatap muka terakhir antara Kim dan Putin di Rusia pada bulan September, keduanya membahas kerja sama militer dan dicurigai meneken kesepakatan senjata. Sejak itu, semakin banyak bukti bahwa Rusia telah mengerahkan rudal Korea Utara di Ukraina.
Di sisi lain, dalam beberapa minggu terakhir, AS dan negara-negara NATO lainnya telah memberikan izin kepada Ukraina untuk menggunakan senjata negara-negara Barat di wilayah Rusia, sebuah langkah signifikan yang diharapkan Kyiv akan menguntungkan Ukraina.
Putin mengkritik keputusan negara-negara Barat. Menurutnya, hal tersebut merupakan “pelanggaran berat” terhadap pembatasan berdasarkan kewajiban internasional.
Putin juga memperingatkan konsekuensi tindakan AS dan NATO tersebut. Awal bulan ini, dia mengatakan sedang mempertimbangkan untuk mempersenjatai musuh-musuh Barat dengan senjata jarak jauh.
Sementara itu, Kim memuji perjanjian mereka sebagai penanda momen penting dan bersejarah dalam hubungan kedua negara.
Dia juga menyatakan “dukungan penuh dan solidaritas” untuk Rusia dalam perangnya terhadap Ukraina.
Respon Dunia Terhadap Perjanjian Rusia-Korut
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengecam “kerja sama militer yang semakin erat” antara Rusia dan Korea Utara (Korut), kata Departemen Luar Negeri pada Jumat.
Dalam sebuah panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan (Korsel) Cho Tae-yul, Blinken menegaskan kembali pentingnya aliansi kuat AS-Korsel dalam mempromosikan perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan di seluruh dunia, kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Mathew Miller dalam sebuah pernyataan.
“Menlu mengecam kerja sama militer yang semakin erat antara DPRK (Republik Demokratik Rakyat Korea) dan Rusia, termasuk transfer senjata yang sedang berlangsung yang melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB,” menurut pernyataan tersebut.
Korea Selatan marah dan kini sedang mempertimbangkan akan mengirimkan persenjataan ke Ukraina untuk membantu Ukraina melawan Rusia. Perjanjian pertahanan Rusia-Korut dianggap Korsel menjadi ancaman terhadap keamanan Korsel dan pelanggaran resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Korsel memperingatkan perjanjian Rusia-Korut ini akan berdampak negatif pada hubungan Korsel dan Rusia.
“Tidak masuk akal kalau dua pihak yang punya sejarah melancarkan invasi – Perang Korea dan Perang Ukraina – kini bersumpah untuk bekerja sama dalam bidang militer dengan alasan untuk mencegah serangan dari komunitas internasional yang jelas tidak akan terjadi,” sebut kantor Presiden Korsel Yoon Suk Yeol, Jumat (21/6/2024).
Korsel sejauh ini sudah memberikan bantuan kemanusiaan dan bantuan lain ke Ukraina. Korsel juga menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Namun, Korsel belum secara langsung memberikan senjata ke Ukraina.
Sementara itu China enggan berkomentar atas langkah Rusia dan Korea Utara (Korut) yang meneken pakta pertahanan bersama yang mencakup klausul perjanjian saling bantu jika salah satu dari mereka diserang. Klausul perjanjian pakta pertahanan bersama yang telah diteken Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korut Kim Jong-un beberapa hari lalu sejatinya mirip dengan Pasal 5 Perjanjian NATO.
“Kerja sama antara Rusia dan DPRK adalah urusan antara dua negara berdaulat. Kami tidak memiliki informasi mengenai masalah yang relevan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian.
Apa pun yang terjadi di Semenanjung Korea, Australia wajib khawatir. Analis senior di Institut Kebijakan Strategis Australia Malcolm Davis dan peneliti tamu di Pusat Studi Strategis dan Pertahanan ANU Matthew Sussex kepada SBS News, menyarankan pemerintah Australia untuk mulai merencanakan mitigasi krisis dalam 10 tahun ke depan.
Selain krisis Semenanjung Korea, Australia juga ikut terancam krisis di Laut China Selatan antara China dan Filipina.
“Australia berada dalam lingkungan strategis yang jauh lebih berbahaya dan serba tidak dapat diprediksi. Kawasan kita jadi jauh lebih rumit dan berbahaya,” kata Davis dan Sussex.