Mediapasti.com – Pavel Durov, pendiri sekaligus CEO aplikasi chat Telegram, ditangkap di bandara Bourget, Prancis, pada Sabtu (24/8) malam waktu setempat.
Penangkapan berlangsung kala Durov dikabarkan sedang bepergian menggunakan jet pribadinya. Menurut sejumlah sumber TF1 TV, Durov memang telah menjadi target surat penangkapan di Prancis.
CEO berusia 39 tahun itu diketahui ditangkap setibanya di Prancis pada Sabtu malam sekitar pukul 20.00 waktu setempat usai terbang dari Azerbaijan.
Durov ditahan tak lama jet pribadinya mendarat di landasan Bandara Paris Le Bourget.
Menurut laporan TF1, Durov kemungkinan ditahan dalam tahanan praperadilan.
Telegram, yang sangat berpengaruh di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet, menduduki peringkat sebagai salah satu platform media sosial utama setelah Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan Wechat.
Platform ini bertujuan untuk mencapai satu miliar pengguna tahun depan.
Berbasis di Dubai, Telegram didirikan oleh Durov, miliarder kelahiran Rusia. Ia meninggalkan Rusia pada 2014 setelah menolak untuk mematuhi tuntutan pemerintah untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosial VK miliknya, yang ia jual.
Menurut sumber yang dikutip media Prancis dan dilaporkan Moscow Times, penangkapan Durov disebabkan dugaan perusahaan aplikasi pesan instannya itu terus mengizinkan aktivitas kriminal.
Prancis mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Durov atas tuduhan terlibat dalam penangkapan narkoba, kejahatan terhadap anak-anak, dan penipuan karena minimnya moderasi di Telegram.
Tuduhan itu juga dilayangkan terhadap Durov lantaran Telegram dianggap gagal bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu memberantas segala bentuk kejahatan tersebut yang terjadi melalui aplikasi tersebut.
Usai Rusia melancarkan invasi ke Ukraina pada tahun 2022, Telegram menjadi sumber utama konten yang tidak difilter, dan terkadang vulgar dan menyesatkan, dari kedua belah pihak tentang perang dan politik seputar konflik tersebut.
Aplikasi tersebut telah menjadi sarana komunikasi pilihan bagi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dan para pejabatnya. Kremlin dan pemerintah Rusia juga menggunakannya untuk menyebarkan berita mereka.
Aplikasi tersebut juga telah menjadi salah satu dari sedikit tempat di mana warga Rusia dapat mengakses berita tentang perang tersebut.
Uni Emirat Arab (UEA) langsung beraksi setelah Prancis menangkap pendiri media sosial Telegram yang berkantor di negara itu.
UEA itu mendesak Prancis memberikan layanan kekonsuleran bagi bos Telegram Pavel Durov yang ditangkap di negara tersebut atas dugaan kegagalan memberantas kriminalitas.
Kementerian Luar Negeri UEA menyatakan pihaknya telah mengajukan permintaan kepada otoritas Prancis untuk memberikan akses konsuler bagi Durov.
Terkait penangkapan Durov, juru bicara Rusia Dmitry Peskov mengaku tak menerima informasi dari Prancis mengenai alasan Durov ditahan.
Telegram sejauh ini juga telah membantah tuduhan terhadap Durov.
“Telegram mematuhi undang-undang Uni Eropa, termasuk Undang-Undang Layanan Digital. Moderasi Telegram sesuai dengan standar industri,” demikian pernyataan Telegram.
“[Oleh sebab itu], klaim bahwa platform maupun pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan aplikasi adalah tuduhan yang tidak masuk akal,” lanjut Telegram.