Mediapasti.com – Kasus polisi yang diduga menembak siswa SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah, telah memicu kritik luas dari kalangan pegiat HAM terkait dengan pembunuhan di luar proses hukum dan penggunaan senjata api oleh polisi. Namun, polisi mengatakan kasus ini terkait dengan tawuran dan pembelaan diri dari serangan.
Polisi yang diduga menembak siswa SMKN 4 Semarang hingga tewas telah ditahan Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Polisi berinisial Aipda R itu disebut menembak sebanyak dua kali menggunakan senjata organik.
“Anggota atas nama R dilakukan proses pemeriksaan oleh Propam Polda Jateng. Yang bersangkutan dilakukan penahanan atau penempatan khusus selama 20 hari dalam rangka proses penyelidikan,” kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol. Artanto, di Lobi Polrestabes Semarang, Rabu (27/11).
Menurut Artanto, ada bukti terjadi tawuran. Namun, sambungnya, R melakukan excessive action atau aksi berlebihan.
“Kita akan sampaikan proses secara transparan. Benar ada kasus tawuran atau kreak dengan bukti video yang kita tampilkan. Kita lakukan upaya hukum anggota kami lakukan excessive action, proses ini diawasi internal Itwasum, Komnas HAM, Kompolnas, dan media dan Bidpropam,” jelas Artanto.
“Kita lakukan penyelidikan, Paminal Mabes Polri Divisi Propam Polri sudah turun untuk penyelidikan dan penyidikan oleh Bid Propam. Yang bersangkutan pakai senjata organik. Yang bersangkutan akan menjalani sidang etik atas tindakan eksesif yang dilakukan,” papar Artanto.
Peneliti dari KontraS menduga kasus ini sebagai pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing), sementara Amnesty International Indonesia menyoroti “kegagalan sistemik dalam prosedur penggunaan senjata api” oleh polisi.
Namun, kepolisian membantah tuduhan ini dengan mengatakan banyak kalangan “belum mengetahui persis kejadiannya”. Polisi bersikeras siswa SMK di Semarang tewas karena terlibat tawuran.
Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar, mengeklaim saat kedua kelompok terlibat tawuran, muncul anggota polisi yang mencoba untuk melerai.
Menurut Irwan, anggotanya melepaskan tembakan sebagai “tindakan tegas” karena ada serangan.
Di sisi lain, pihak SMK Negeri 4 Semarang meyakini remaja berinisial GRO sebagai “anak baik” yang tidak pernah terindikasi ikut tawuran.
Berikut hal-hal yang sejauh ini diketahui tentang kasus polisi diduga tembak siswa SMK di Semarang.
Bagaimana kronologi versi polisi?
Dari keterangan sementara, ada dua tembakan saat kejadian pada Minggu (24/11) dini hari.
“Korban ada tiga. Ada dua kali tembakan. Ini kesimpulan sementara, akan berkembang,” kata Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar sebagaimana dikutip Detik.com.
Tembakan pertama mengenai korban tewas inisial GRO (17) yang membonceng satu motor bersama dua orang lainnya, yaitu A dan S. Adapun GRO berada di tengah. Peluru mengenai pinggangnya.
Kemudian tembakan kedua menyerempet dada A yang mengendarai motor dengan membonceng S dan GRO. Peluru itu kemudian mengenai tangan kiri S yang merangkul A dari belakang.
“Pertama mengenai pinggang almarhum. Kedua mengenai S dan A. Itu satu peluru. Posisi begini (memperagakan posisi S yang membonceng A),” jelas Irwan.
“Sekali lagi penanganan kasus excessive action atau tindakan berlebihan anggota dilakukan Polda Jateng,” imbuhnya.
Dalam peristiwa tawuran yang berujung pada penembakan oleh polisi berinisial R, kata dia, polisi telah memeriksa 17 saksi.
“Empat pelaku tawuran dari kedua kelompok sudah diterapkan sebagai tersangka,” katanya sebagaimana dikutip kantor berita Antara.Kepolisian, kata Irwan telah memeriksa 12 anak yang terlibat tawuran, empat di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam keterangan terpisah, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, bersama timnya melakukan “prarekonstruksi” di lokasi kejadian pada Selasa (26/11).
Artanto mengungkap polisi yang melepas tembakan hingga menewaskan GRO berinisial Aipda R, anggota Polrestabes Semarang.
Saat ini Aipda R sedang dalam pemeriksaan Pengamanan Internal (Paminal) Profesi dan Pengamanan (Propam), klaim Artanto.
“Setiap penggunaan alat dan sebagainya dia harus dapat bertanggung jawab, apakah dia sudah melaksanakan sesuai dengan SOP atau dia melanggar,” katanya.
Seorang advokat lokal, Zainal Abidin Petir, mengeklaim menelusuri fakta di lapangan.
Ketua LBH Petir (Penyambung Titipan Rakyat) Jateng ini mengaku “belum puas” dengan keterangan kepolisian bahwa tiga anak yang kena tembak itu karena melawan, membawa senjata tajam, sehingga mereka harus menghadapi “tindakan tegas”.
“Maka saya mencari informasi, apakah betul anak itu termasuk gangster. Nah kami sudah menelusuri ke sekolah. Di sekolah, catatan anak itu baik sekali,” kata Petir.
Ia juga mendesak Kapolrestabes Semarang, Irwan Anwar, tidak segan-segan mengambil tindakan ”kalau memang anak buahnya yang salah tidak sesuai dengan SOP”.
“Kita cintai Polri dengan bersih-bersih institusi polri. Kalau ada yang salah sikat saja,” kata Petir kepada wartawan.
Bagaimana kronologi versi pihak sekolah?
SMK Negeri 4 Semarang mengeklaim tak pernah mendapat informasi dari polisi bahwa siswanya, GRO, tewas karena kena tembak polisi.
Setidaknya sampai Senin (26/11), pihak SMK Negeri 4 Semarang menyebut kematian siswanya sebagai “misterius”.
“Makanya kita pun juga istilahnya belum dapat info yang jelas, kita tak berani menyampaikan penyebab kenapa,” kata Staf Kesiswaan SMK Negeri 4 Semarang, Nanang Agus.
Dari informasi yang diperoleh pihak sekolah, saat peristiwa terjadi GRO sedang bersama dua rekannya bersepeda motor. Dua rekannya selamat dari insiden penembakan polisi.
Keduanya diduga juga terkena tembakan tapi tidak mengalami luka serius. Satu masih dirawat di rumah sakit, sementara lainnya sudah kembali ke rumah.
“Dari pihak keluarga belum mengizinkan bertemu siapa pun,” kata Nanang.
Pihak sekolah juga meragukan keterlibatan GRO dan dua rekannya dalam tawuran.
GRO dan dua siswa lain tidak punya catatan pernah terlibat tawuran atau kasus kenakalan lainnya, klaim pihak sekolah.
“Anaknya baik. Kebetulan mereka anak-anak yang istilahnya terpilih. Mereka mengikuti ekstrakurikuler yang kita tahu paskibra, itu anak-anak pilihan,” tambah Nanang.