Mediapasti.com – Proses rekonstruksi kasus kekerasan seksual dengan tersangka I Wayan Agus Suartama (21) alias Agus Buntung digelar pada Rabu (11/12/2024). Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) membawa Agus ke tiga lokasi mulai Taman Udayana, homestay hingga Islamic Center.
Dalam rekonstruksi terungkap cara Agus mengajak korban ke homestay dan melakukan tindak kekerasan seksual. Adegan yang diperagakan Agus merupakan tindak kekerasan seksual yang terjadi pada 7 Oktober 2024 lalu.
Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB, Joko Jumadi, menyatakan ada 15 orang yang mengaku dilecehkan Agus terdiri dari mahasiswi dan pelajar.
Ia menjelaskan Agus mengincar wanita yang sedang duduk sendirian di Taman Udayana dan Taman Sangkareang, Kota Mataram.
“Agus melakukan profiling terhadap korban, yang sedang duduk sendiri di taman, dengan asumsi ketika dia duduk sendiri dia sedang galau, sedang ada masalah, disitulah kemudian Agus masuk,” bebernya.
Agus kemudian mendekati korban dan menunjukkan kondisinya sebagai penyandang disabilitas.
Hal itu dilakukan agar korban merasa iba dengan kondisi Agus yang tak memiliki kedua tangan.
“Akhirnya korban merasa iba dan korban menaruh kepercayaan pada si Agus,” lanjutnya.
Agus mencari titik lemah korban dengan menggali informasi yang bersifat privasi dan sensitif.
Cerita aib tersebut dijadikan ancaman oleh Agus agar korban mau diajak ke homestay.
Joko Jumadi menambahkan para korban merasa terancam dan terintimidasi sehingga tidak berani berteriak ketika berada di homestay.
“Agus mengancam para korbannya di homestay, kalau berteriak akan digerebek dan dinikahkan, dan itu di Lombok sering terjadi, itulah yang kemudian karena korban tidak mau dinikahkan,” pungkasnya.
Agus Sewa Homestay
Homestay N menjadi salah satu lokasi rekonstruksi kasus kekerasan seksual, bahkan penjaga homestay mengenali Agus.
Proses rekonstruksi di homestay digelar secara tertutup karena kondisinya sempit.
Kamar homestay hanya berukuran 3×3 meter dengan fasilitas kasur, toilet, dan kipas angin.
Agus Buntung memperagakan sejumlah adegan mulai membayar uang sewa kamar sebesar Rp50 ribu hingga membawa korban ke kamar.
Sebelum masuk ke kamar, Agus dan korban telah bersepakat pembayaran sewa kamar ditanggung oleh Agus.
Homestay tersebut terdapat 10 kamar yang berderet di depan dan belakang.
Agus selalu memesan kamar nomor 6 yang terletak di pojok.
Homestay tersebut terdapat 10 kamar yang berderet di depan dan belakang.
Agus selalu memesan kamar nomor 6 yang terletak di pojok.
Dalam sepekan Agus bisa membawa tiga sampai lima wanita dan selalu memesan kamar nomor enam.
“Selalu nomor enam tidak pernah pindah-pindah, itu letaknya di pojokan,” tuturnya.
I Wayan Kartika menambahkan, wanita yang dibawa Agus tak pernah menunjukkan gelagat aneh.
Bahkan, ia tak mendengar suara teriakan dan tangisan dari korban.
“Biasa saja, tidak ada yang aneh,” tukasnya.
Reka Ulang Adegan
Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, mengatakan penyidik sangat berhati-hati karena melibatkan dua kelompok rentan yaitu penyandang disabilitas dan wanita sebagai korban.
Kombes Pol Syarif mengatakan jumlah adegan yang diperagakan bertambah dari yang sudah tertulis di berita acara penyidikan (BAP).
“Karena ada perkembangan perbuatan yang dilakukan tersangka, dalam rekonstruksi tersebut mengembang di lapangan kami mengakomodir keterangan tersangka di lapangan,” tuturnya, Rabu, dikutip dari TribunLombok.com.
Dalam reka ulang adegan, Agus dan korban bertemu di Taman Udayana kemudian mereka menuju homestay.
Ia menjelaskan kronologi kekerasan seksual versi Agus dan korban berbeda termasuk kesepakatan pembayaran kamar homestay.
“Kalau menurut korban, tersangka yang lebih aktif. Kalau menurut tersangka, korban yang lebih aktif,” bebernya.
Setelah keluar homestay, Agus diantarkan korban ke Islamic Center.