Presiden Prabowo Subianto berencana menarik utang baru Rp781,86 triliun untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Data ini tercantum dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan APBN (RAPBN) Tahun Anggaran 2026.
Menurut dokumen tersebut, pembiayaan utang akan dipenuhi melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman.
“Dalam RAPBN tahun anggaran 2026, pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp781,868 triliun yang akan dipenuhi melalui penerbitan SBN dan penarikan pinjaman,” tulis dokumen tersebut, dikutip Selasa (19/8/2025).
Dari total pembiayaan utang, mayoritas akan berasal dari SBN. Pembiayaan utang yang bersumber dari SBN (neto) direncanakan sebesar Rp749,19 triliun, meningkat jika dibandingkan dengan outlook APBN 2025.
“Sementara itu, pinjaman Pemerintah terdiri dari Pinjaman Dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri. Instrumen pinjaman akan lebih banyak dimanfaatkan untuk mendorong kegiatan/proyek prioritas Pemerintah,” ujar dokumen itu.
Sementara itu, pembiayaan pinjaman (neto) pada RAPBN 2026 direncanakan sebesar Rp32,6 triliun, turun signifikan 74,9 persen dari outlook 2025 yang sebesar Rp130,3 triliun.
Penarikan pinjaman neto ini akan dipenuhi melalui pinjaman dalam negeri neto sebesar negatif Rp6,5 triliun dan pinjaman luar negeri neto sebesar Rp39,2 triliun.
Dari sisi pendapatan, pemerintah memasang target ambisius dengan mematok penerimaan negara sebesar Rp3.147,7 triliun. Peningkatan signifikan terlihat pada pendapatan pajak, yang ditargetkan mencapai Rp2.357,7 triliun, naik 13,5 persen dibandingkan target tahun lalu.
Berdasarkan data dari Nota Keuangan dan RAPBN 2026, rencana penarikan utang baru pemerintah pada 2026 yang dipatok sebesar Rp781,86 triliun merupakan angka tertinggi sejak masa pandemi COVID-19 pada 2021.
Jumlah ini melampaui utang yang ditarik pada tahun 2022 (Rp696 triliun), 2023 (Rp404 triliun), 2024 (Rp558,1 triliun), dan outlook 2025 (Rp715,5 triliun), meskipun masih di bawah penarikan utang pada 2021 (Rp870,5 triliun).
Sumber : okezone