Mediapasti.com – Turnamen Piala Dunia Antarklub FIFA 2025 di Amerika Serikat menuai kritik tajam dari peserta dan pengamat.
Mulai dari kondisi lapangan, cuaca ekstrem, hingga minimnya penonton menjadi sorotan.
Masalah Lapangan di MetLife Stadium
Gelaran perdana Piala Dunia Antarklub 2025 yang berlangsung sejak Minggu (15/6) langsung disambut keluhan teknis.
Salah satunya muncul dari pertandingan Palmeiras vs Porto yang digelar di MetLife Stadium, New Jersey.
Pemain muda Palmeiras, Estevão Willian, mengkritik kondisi rumput yang terlalu kering, membuat laju bola melambat dan menghambat ritme permainan.
“Saya pikir lapangan seharusnya disiram lebih banyak karena bola sedikit lambat sehingga mengganggu kecepatan permainan…,” ujar Estevão, dikutip dari New York Times.
Ironisnya, stadion ini dijadwalkan menjadi venue final turnamen pada Juli mendatang.
Cuaca Ekstrem Ganggu Performa Tim
Tak hanya soal lapangan, cuaca panas ekstrem juga dikeluhkan.
Dalam laga Paris Saint-Germain vs Atletico Madrid pada Senin (16/6), suhu di California dilaporkan mencapai 40°C saat kick-off pukul 12.00 siang waktu setempat.
Pelatih PSG, Luis Enrique, menyoroti dampak cuaca terhadap performa pemain.
“Pertandingan jelas sangat terpengaruh temperatur. Tak mungkin bermain di level tertinggi selama 90 menit,” kata Enrique.
Kondisi ini memicu kekhawatiran terhadap kesiapan Amerika Serikat sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026, terutama dalam menangani iklim panas di wilayah barat daya.
Penjualan Tiket Lesu, FIFA Beri Diskon
Masalah lain muncul dari penjualan tiket yang dinilai lesu.
Sejumlah laga berlangsung dengan tribun yang setengah kosong, mendorong FIFA menjual tiket dengan harga diskon menjelang pertandingan.
Padahal, turnamen ini diikuti klub-klub elite seperti Manchester City, Real Madrid, dan Fluminense.
Menurut laporan The Athletic, sebagian besar tiket hanya laku di laga-laga populer, sementara pertandingan tim non-Eropa masih sepi peminat.
Minim Gol dan Kesenjangan Kualitas
Dari sisi permainan, sebagian laga berlangsung minim gol dan tidak seimbang.
Contoh mencolok adalah laga Bayern Munich vs Auckland City yang berakhir dengan skor 10-0, memicu perdebatan soal kesenjangan kualitas antar kontestan.
Kemenangan telak itu menjadi sorotan karena dianggap tidak mencerminkan standar kompetisi yang seharusnya mengumpulkan juara dari berbagai benua.