Mediapasti.com – Polisi telah mengklarifikasi insiden antara sopir taksi Alphard dan petugas patroli pengawalan (patwal) yang viral karena gestur menunjuk-nunjuk saat mengawal mobil berpelat RI 36.
Menurut Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, AKBP Argo Wiyono, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak ada ucapan arogan dari petugas patwal.
Gestur tangan yang terlihat dalam video dimaksudkan untuk meminta sopir taksi segera maju karena kendaraan berhenti di tengah jalan.
Argo menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi terkait insiden tersebut dan menginstruksikan jajarannya untuk bertindak lebih humanis serta berpedoman pada standar operasional prosedur (SOP).
Saat kejadian, mobil RI 36 yang dikawal ternyata kosong. Menurut Argo, pengawalan tetap dilakukan meskipun pejabat tidak berada di dalam kendaraan, sesuai dengan prosedur yang tertuang dalam aturan Kakorlantas Polri Nomor 2 Tahun 2018.
Pengawalan ini bertujuan untuk memastikan kendaraan tiba tepat waktu untuk menjemput pejabat yang akan menghadiri rapat atau acara penting.
Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, pengawalan kendaraan oleh polisi diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 134 menyebutkan bahwa kendaraan yang mendapat prioritas di jalan meliputi:
- Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas.
- Ambulans yang mengangkut orang sakit.
- Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.
- Kendaraan pimpinan lembaga negara Republik Indonesia.
- Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara.
- Iring-iringan pengantar jenazah.
- Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan Pasal 65 ayat (1) mengatur bahwa pengguna jalan wajib mendahulukan sesuai urutan prioritas, termasuk kendaraan pejabat negara dan tamu negara.
Meskipun demikian, penggunaan fasilitas pengawalan oleh pejabat publik sering menimbulkan perdebatan di masyarakat.
Beberapa pakar kebijakan publik menyarankan agar aturan mengenai pengawalan pejabat diperketat dan hanya dilakukan dalam kondisi tertentu yang mendesak, untuk menghindari persepsi negatif dan rasa ketidakadilan di kalangan masyarakat.
Dalam konteks ini, penting bagi aparat penegak hukum untuk selalu bertindak sesuai dengan prosedur yang berlaku dan menjaga sikap profesional dalam menjalankan tugas, guna memastikan keamanan dan kenyamanan semua pengguna jalan.