Mediapasti.com – Bareskrim Polri telah mengungkap kasus dugaan pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah laut Kabupaten Tangerang, Banten.
Kasus ini melibatkan Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, yang diduga berperan dalam penerbitan sertifikat ilegal tersebut.
Modus Operandi Pemalsuan Sertifikat di Wilayah Laut
Menurut Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, modus operandi yang digunakan oleh terlapor dan rekan-rekannya adalah dengan membuat dan menggunakan surat palsu untuk mengajukan permohonan pengukuran dan pengakuan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
Surat-surat palsu ini menjadi dasar penerbitan SHGB dan SHM di area laut yang seharusnya tidak dapat dimiliki secara pribadi.
Peran Kepala Desa dan Pihak Terkait
Penyidik telah memeriksa Arsin, istrinya, serta 44 saksi lainnya, termasuk warga desa dan pejabat kementerian terkait.
Meskipun Arsin saat ini berstatus sebagai saksi, tidak menutup kemungkinan statusnya akan ditingkatkan menjadi tersangka seiring dengan pengumpulan bukti-bukti tambahan.
Upaya Penindakan dan Pencegahan
Bareskrim Polri telah melakukan penggeledahan di tiga lokasi, yaitu Kantor Desa Kohod, rumah pribadi Arsin, dan rumah Sekretaris Desa Kohod, untuk mengumpulkan barang bukti terkait kasus ini.
Selain itu, penyidik juga mendalami peran pihak-pihak lain yang terlibat dalam penerbitan sertifikat ilegal tersebut.
Modus Operandi Mafia Tanah di Indonesia
Kasus ini mencerminkan salah satu modus operandi yang sering digunakan oleh mafia tanah di Indonesia. Beberapa modus umum yang perlu diwaspadai antara lain:
- Rekayasa Bukti Kepemilikan: Bekerja sama dengan oknum pejabat pertanahan untuk merekayasa bukti kepemilikan tanah.
- Pemalsuan Dokumen: Membuat dokumen palsu seperti sertifikat tanah atau surat kuasa untuk mengklaim kepemilikan tanah yang bukan haknya.
- Pendudukan Ilegal: Menguasai lahan yang tidak bertuan atau tidak terurus, kemudian mengklaimnya sebagai milik pribadi.
- Mencari Legalitas di Pengadilan: Menggunakan jalur hukum dengan memanipulasi proses peradilan untuk mendapatkan pengakuan hak atas tanah secara ilegal.