Mediapasti.com – Perkara dugaan penganiayaan terhadap seorang santri berinisial KDR (23) di Pondok Pesantren Ora Aji, Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), akhirnya berujung damai.
Proses penyelesaian dilakukan melalui mekanisme restorative justice (RJ) setelah mediasi yang difasilitasi oleh pihak yayasan pesantren dan kepolisian.
Kasus ini mencuat sejak Februari 2025, ketika KDR melaporkan 13 santri lain atas dugaan kekerasan fisik yang dialaminya.
Para pelaku disebut menuduh KDR terlibat dalam berbagai pelanggaran internal yang menciptakan ketegangan di antara santri.
Kronologi Kejadian: Tuduhan Internal Picu Kekerasan
Berdasarkan penyelidikan aparat kepolisian dan keterangan saksi, penganiayaan terjadi setelah KDR dituding melakukan sejumlah pelanggaran, antara lain:
- Aksi vandalisme di area ponpes
- Penjualan air galon tanpa seizin pengelola pesantren
- Kehilangan barang pribadi santri lain, yang diduga berkaitan dengan KDR
Kemarahan atas tuduhan tersebut memuncak dalam aksi kekerasan fisik terhadap KDR yang dilakukan oleh 13 santri.
Akibat kejadian ini, KDR mengalami luka-luka dan langsung melaporkan kasus tersebut ke Polresta Sleman.
Tak lama setelah KDR membuat laporan penganiayaan, salah satu dari 13 santri yang dilaporkan justru balik menuduh KDR atas dugaan tindak pencurian di lingkungan pesantren.
Situasi ini memperumit proses penyelesaian hukum karena kedua belah pihak saling melapor.
Kuasa hukum Yayasan Ponpes Ora Aji, Adi Susanto, menjelaskan bahwa pihak pesantren tidak tinggal diam.
Mereka bertindak sebagai mediator untuk mempertemukan kedua pihak dan mendorong penyelesaian damai.
āDengan semangat kekeluargaan, kedua belah pihak sudah sepakat menyelesaikan permasalahan ini dengan musyawarah,ā kata Adi dalam pernyataan resminya pada Selasa malam (4/6/2025).
Penerapan Restorative Justice: Laporan Dicabut, Masalah Selesai
Setelah melalui beberapa kali mediasi, akhirnya dicapai kesepakatan untuk menyelesaikan konflik secara damai dengan pendekatan restorative justice.
KDR mencabut laporannya terhadap 13 santri, dan salah satu dari 13 santri juga mencabut laporan pencurian terhadap KDR.
Kuasa hukum KDR, Heru Lestarianto, membenarkan keputusan ini.
Ia mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pertemuan dengan pengurus pesantren dan aparat kepolisian untuk menjalankan proses RJ secara resmi.
āDengan adanya restorative justice, semua laporan tercabut dengan sendirinya. Klien kami dan keluarga telah menyambangi ponpes untuk menyelesaikan perkara ini dengan baik,ā ujar Heru.
Polresta Sleman Benarkan Penerapan RJ
Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setianto Erning Wibowo, juga mengonfirmasi bahwa pihak kepolisian telah memfasilitasi jalannya restorative justice sebagai bentuk penyelesaian alternatif perkara pidana ringan.
āLaporan dicabut dan perkara diselesaikan. Kedua pihak sepakat untuk berdamai,ā kata Erning kepada media.
Penerapan RJ dalam perkara ini sesuai dengan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dalam aturan ini, kasus seperti penganiayaan ringan atau konflik antarindividu dapat diselesaikan secara musyawarah dengan persetujuan semua pihak, termasuk kepolisian.
Ponpes Ora Aji merupakan lembaga pendidikan Islam yang diasuh oleh Gus Miftah, seorang pendakwah kondang yang dikenal dengan pendekatan toleransi dan dakwah inklusif.
Meski Gus Miftah belum memberikan pernyataan resmi, publik menaruh harapan besar agar kejadian ini menjadi evaluasi untuk penguatan sistem disiplin, pembinaan karakter, dan pengawasan internal di lingkungan ponpes.
Pakar pendidikan Islam dari UIN Sunan Kalijaga, Dr. Syamsul Hadi, menyebut bahwa kekerasan di pesantren bukan hanya mencoreng institusi keagamaan, tetapi juga menciptakan trauma psikologis bagi korban.
āKekerasan tidak pernah bisa dibenarkan dalam konteks pendidikan. Kedisiplinan harus ditegakkan, tapi dengan pendekatan edukatif, bukan represif,ā ujarnya dalam wawancara dengan media lokal.