Mediapasti.com – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menegaskan bahwa penahanan ijazah oleh perusahaan adalah tindakan ilegal dan melanggar Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyatakan siap memfasilitasi penerbitan ulang ijazah SMA/SMK milik pekerja yang menjadi korban penahanan dokumen tersebut.
“Kami pastikan Pemprov Jawa Timur akan menuntaskan permasalahan ini. Ijazah adalah dokumen pribadi yang tidak boleh ditahan siapa pun, termasuk oleh perusahaan tempat bekerja,” kata Khofifah di Surabaya, Minggu (20/4/2025).
Proses Klarifikasi Data dan Mekanisme Penerbitan Ulang
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jatim telah berkoordinasi dengan Posko Pengaduan Pemkot Surabaya dan akan mulai memanggil pelapor pada Senin (21/4/2025).
Tujuannya adalah untuk mengklarifikasi dan melengkapi data sebagai syarat penerbitan ulang ijazah.
Syarat utama penerbitan ulang adalah keberadaan data pendidikan asal yang terdaftar di sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik), termasuk untuk sekolah yang sudah tidak beroperasi.
“Jika sekolahnya sudah tutup, Dinas Pendidikan tetap bisa menerbitkan ulang selama datanya tersedia di Dapodik,” ujar Khofifah.
Hingga saat ini, dari 31 pekerja yang melaporkan penahanan ijazah, baru 11 orang yang memiliki data lengkap.
Khofifah mengimbau agar korban segera melengkapi dokumen yang dibutuhkan melalui posko pengaduan agar proses dapat segera berjalan.
Langkah Hukum Tetap Berjalan, Pemerintah Hadir untuk Lindungi Pekerja
Khofifah menekankan bahwa kebijakan ini tidak menggugurkan proses hukum yang sedang berlangsung.
Langkah administratif untuk menerbitkan ulang ijazah berjalan berdampingan dengan penindakan hukum terhadap perusahaan pelanggar.
“Solusi penerbitan ulang ini adalah bentuk kehadiran negara. Tapi proses hukum tetap berjalan sesuai peraturan yang berlaku,” tegasnya.
Perusahaan Diduga Tak Mengetahui Penahanan Ijazah, HRD Sudah Mengundurkan Diri
Dalam pertemuan dengan pihak perusahaan UD Sentoso Seal, Khofifah menyebut bahwa pemilik perusahaan mengklaim tidak mengetahui praktik penahanan ijazah, karena proses rekrutmen dilakukan oleh HRD yang kini telah mengundurkan diri.
“Pemilik perusahaan mengaku posisi ijazah yang ditahan pun kini tidak diketahui keberadaannya,” tambahnya.
Aturan Hukum
Berdasarkan Perda Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 42, perusahaan dilarang menahan dokumen asli milik pekerja sebagai jaminan pekerjaan.
Pelanggaran terhadap aturan ini bisa dikenai sanksi pidana maksimal 6 bulan penjara atau denda hingga Rp50 juta.