Mediapasti.com – Pemerintah Amerika Serikat kembali melontarkan kritik keras terhadap kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang diterapkan oleh Indonesia. Melalui laporan tahunan 2025 National Trade Estimate (NTE), Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menilai kebijakan ini berdampak negatif terhadap rantai pasok global, khususnya sektor baja dan aluminium.
“Amerika Serikat menyatakan keprihatinan atas dampak larangan ekspor ini terhadap sektor baja, aluminium, dan sektor lainnya, serta kontribusinya terhadap kelebihan kapasitas global,” tulis USTR, dikutip Senin (21/4).
Larangan ini merupakan bagian dari pelaksanaan UU Minerba (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang direvisi pada 2020), yang melarang ekspor sejumlah bijih mineral seperti nikel, bauksit, tembaga, dan timah untuk mendorong hilirisasi industri dalam negeri.
AS sendiri sudah menyatakan keberatannya sejak 2019. Pada 11 Desember 2019, Negeri Paman Sam meminta bergabung dalam konsultasi gugatan Uni Eropa di WTO terhadap kebijakan ekspor Indonesia. AS juga ikut sebagai pihak ketiga dalam proses panel sengketa WTO.
Panel WTO menyatakan pada 30 November 2022 bahwa larangan ekspor bijih nikel Indonesia melanggar ketentuan perdagangan internasional. Indonesia kemudian mengajukan banding pada 12 Desember 2022 dan hingga kini masih berlangsung.
Tak hanya soal nikel, AS juga menyoroti kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) di sektor minyak dan gas. Dalam skema tersebut, perusahaan wajib menjual 25% produksi minyak ke kilang domestik dengan harga jauh di bawah harga pasar internasional.
“Kebijakan DMO ini menciptakan tekanan tambahan bagi investor energi asing karena harga jual domestik yang ditetapkan jauh di bawah nilai pasar internasional,” tulis USTR dalam laporan.
USTR menegaskan akan terus memantau kebijakan perdagangan Indonesia dan mendesak pemerintah RI untuk tetap mematuhi komitmennya sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).