Mediapasti.com – Penyebab kecelakaan Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Buddy Alfrits Towoliu, Sabtu (29/4/2023), di rel kereta sekitar Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur, masih menjadi misteri. Namun, salah satu fakta baru mengungkap, Buddy berjalan kaki seorang diri ke lokasi kejadian dari kantornya.
Kepala Polres Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Leonardus Harapantua Simamarta menjelaskan fakta ini dalam konferensi pers di Polres Metro Jakarta Timur, Senin (1/5/2023). Ia menunjukkan bukti rekaman kamera CCTV yang menunjukkan pergerakan Buddy sebelum kejadian. Buddy diketahui datang ke kantornya, dengan mobil yang disiapkan istrinya, bersama sepupunya sekitar pukul 05.30.
”Korban masuk kantor Kasatresnarkoba, sarapan, lalu minum obat dari dokter setelah operasi batu empedu. Selama di ruangan, korban sempat ganti baju kemeja putih. Ia coba istirahat, tetapi enggak bisa tidur. Ia lalu buka baju dan ganti kaus dengan jaket hitam,” kata Leonardus memaparkan presentasi yang menunjukkan potongan video CCTV dari ruang kerja Buddy.
Adapun Buddy baru dua minggu menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Narkoba. Ia pun belum bertugas karena harus menjalani perawatan operasi batu empedu. Sehari sebelum kejadian, ia juga baru keluar dari rumah sakit seusai menjalani perawatan.
Sementara itu, pada pukul 09.11, Buddy terekam CCTV meninggalkan markasnya dengan berjalan kaki. Kamera CCTV di luar kawasan Polres Metro Jakarta Timur kemudian menangkap momen saat pria 56 tahun itu menyeberang jalan tanpa melalui jembatan penyeberangan. Buddy terlihat hendak melewati pagar pembatas dua jalan searah menuju Kampung Melayu.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Dimas Prasetyo, pada kesempatan sama, menjelaskan, Buddy yang mengenakan celana pakaian dasar lapangan (PDL) dan jaket hitam sempat terlihat kebingungan saat menyeberang jalan dari Polres Metro Jakarta Timur.
”Seharusnya kalau ke arah stasiun ke kanan, tapi beliau malah ke arah kiri, melawan arah. Terlihat di slide berikutnya, korban balik arah lagi. Setelah itu, sudah tidak terlihat lagi di CCTV,” tuturnya.
Penjelasan berlanjut ke bukti kamera CCTV yang mengarah ke depan pintu masuk Stasiun Jatinegara, yang berjarak sekitar 1 kilometer dari Polres Metro Jakarta Timur. Buddy kembali terlihat berjalan kaki seorang diri ke arah timur stasiun pada pukul 09.21.
”Jarak dari Stasiun Jatinegara ini menuju ke TKP, dalam artian di TKP-nya ada pembatas rel yang memang berlubang, jadi orang bisa masuk seperti itu. Itu sekitar 500 sampai 600 meter dari sisi posisi di sini (bangunan Stasiun Jatinegara). Lalu, pada pukul 09.31, sesuai dengan keterangan dari masinis, kemudian dari pihak KAI, itulah waktu terjadinya tabrakan kereta dengan korban di KM 12 + 400 petak jalur DDT, petak jalan Jakarta-Bekasi,” kata Dimas.
Buddy tertabrak kereta Tegal Bahari jurusan Pasar Senen-Tegal yang bertolak dari arah Stasiun Jatinegara dengan kecepatan 27 kilometer per jam. Saksi masinis yang menabrak, kata Dimas, sempat melihat korban berdiri sendiri dan menengok ke kanan kiri ke tembok pembatas rel, sesaat sebelum tertabrak kereta.
Dalami penyebab lain
Polda Metro Jaya yang ikut mendampingi penyelidikan kasus ini memastikan akan mendalami penyebab lain dari kecelakaan itu dengan metode investigasi saintifik.
”Kami pahami besar harapan seluruh masyarakat dan yang paling utama adalah harapan keluarga korban untuk mendapatkan hasil proses ini secara komprehensif, tentu dengan metode-metode yang tentunya proporsional dan profesional sehingga harapannya mampu memberikan gambaran fakta secara jelas tentang apa yang terjadi pada peristiwa ini,” jelas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko.
Sejauh ini, polisi baru selesai menyelidiki jenazah Buddy lewat pemeriksaan kedokteran forensik. Hasil pemeriksaan sampel jenazah korban, seperti urine, darah, potongan hati, rambut, dan swab kuku Buddy, tidak mengandung parameter toksisitas yang diperiksa, yaitu pestisida, arsenik, sianida, alkohol, dan narkoba.
”Maka kami berani menyimpulkan bahwa seluruh barang bukti yang kami terima dari penyidik terkait dengan darah, urine, potongan hati, rambut, swab kuku, semua tidak terdeteksi adanya narkoba, alkohol, pestisida, arsen, dan sianida,” kata Komisaris Besar Wahyu Marsudi selaku Kepala Bidang Kimia Biologi Forensik (Kimbiofor) Pusat Laboratoriun Forensuk (Puslabfor) Polri.
”Jadi, kita dari sisi toksikologi sudah memastikan tidak mengandung napza tersebut. Dari sini nanti tentunya akan memudahkan dokter forensik menyimpulkan penyebab kematian korban,” imbuhnya.
Sementara itu, pemeriksaan bukti ponsel korban melalui metode digital forensik masih akan didalami. Kepala Subdirektorat Fisika dan Komputer Forensik (Fiskomfor) Puspabfor Komisaris Besar Supiyanto mengatakan, belum ditemukan bukti komunikasi yang mencurigakan di ponsel korban.
”Kami melakukan pemeriksaan aktivitas panggilan atau call log pada hari kejadian, kami mendapatkan hasil sebagai berikut, hanya ada enam aktivitas panggilan pada hari kejadian, tiga panggilan keluar, dua missed call, dan satu panggilan masuk. Aktivitas pertama pada pukul 06.55.03 dan panggilan terakhir 09.29.26, di mana ada komunikasi selama 38 detik,” ungkap Supi.
Pemeriksaan lanjutan, menurut dia, masih dilakukan. Namun, penyidik dan istri korban yang dikonfirmasi memastikan, aktivitas panggilan di hari sebelum kejadian tidak ada yang mencurigakan. Beberapa aktivitas dilakukan antara korban dan istrinya, anak buahnya, serta seseorang dengan nama kontak Datarekajay.
Adapun, panggilan masuk yang diterima Buddy beberapa menit sebelum kecelakaan berasal dari Datarekajay. Dari hasil penelusuran di aplikasi Getcontact, kontak itu terhubung pada seseorang bernama Jaelani. Nama pemilik kontak itu beberapa kali disandingkan dengan kata rental dan sopir.
Pada konferensi pers, Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) yang dilibatkan dalam penyelidikan kasus ini juga memastikan akan mendalami penyebab lain dari kecelakaan Buddy dari aspek psikologis.
”Dalam rangka penyelidikan berbasis sains, kami akan support dengan kolaborasi interprofesi. Salah satu kegiatan praktik profesional kami, melakukan metode otopsi psikologis. Saat ini, kami belum memulai, tetapi nantinya kami akan mencoba memastikan memahami penyebab kematian dari aspek psikologis, wajar atau tidak wajar,” imbuh psikolog forensik Nathanael Sumampouw.