Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah: Respons Panas Parpol, Potensi Perpanjangan Jabatan DPRD

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email
X
Threads
Pinterest
Telegram

Mediapasti.com – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan agar pemilu nasional dan pemilu daerah dipisahkan pelaksanaannya.

Putusan ini menuai berbagai reaksi dari partai politik, mulai dari kekhawatiran soal perpanjangan masa jabatan DPRD hingga tudingan MK telah bertindak di luar kewenangannya sebagai lembaga yudisial.

Gugatan Perludem Disetujui: Pemilu Nasional dan Daerah Harus Dipisah

Gugatan terhadap sistem pemilu serentak diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024.

Mereka menilai pelaksanaan pemilu serentak nasional dan daerah menimbulkan beban administratif dan logistik yang berat serta membingungkan pemilih.

Perludem meminta agar pemilu nasional (Pilpres, DPR RI, DPD RI) dipisahkan dari pemilu daerah (Pilkada dan DPRD), dengan jarak waktu antara keduanya minimal 2 tahun dan maksimal 2,5 tahun.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan tersebut.

Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan pada Kamis, 26 Juni 2025, menyatakan sejumlah pasal dalam UU

Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Demokrat: Masa Jabatan DPRD Bisa Diperpanjang

Sekjen Partai Demokrat Herman Khaeron menyoroti dampak putusan ini terhadap masa jabatan anggota DPRD.

Ia menilai masa jabatan bisa bertambah hingga dua tahun untuk menyesuaikan jadwal pemilu baru.

“Strategi dan manajemen partai harus disesuaikan. Namun ini masih jadi diskusi, terutama menyangkut perpanjangan jabatan DPRD dan periodisasi kepengurusan partai,” ujar Herman, Senin (30/6).

Demokrat juga mempertimbangkan aspek pembiayaan dan sosialisasi caleg jika pemilu digelar dua kali dalam periode lima tahun.

Golkar: Putusan MK Berubah-ubah, Di Mana Letak ‘Final and Binding’?

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Adies Kadir mempertanyakan konsistensi MK.

Ia menyebut keputusan MK kerap berubah tergantung siapa ketuanya atau rezim yang berkuasa.

Baca Juga :   KPU Berhasil Sahkan Rekapitulasi Suara Pemilu 2024 Di 34 Provinsi

“Dulu MK mengatur beberapa model pemilu serentak dalam putusan 55/PUU-XVII/2019. Sekarang malah berubah lagi,” tegas Adies di Kompleks Parlemen, Selasa (1/7).

Adies mengingatkan bahwa putusan MK seharusnya bersifat final dan mengikat, namun praktiknya sering berubah-ubah sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

PKB: MK Melebihi Kewenangan Undang-Undang

Waketum PKB Cucun Ahmad Syamsurijal juga menilai MK telah melampaui kewenangannya dengan menetapkan norma baru.

“Kalau MK penjaga konstitusi, jagalah konstitusi. Jangan buat tafsir baru yang memperpanjang masa jabatan seenaknya,” ujar Cucun.

Ia juga menyoroti perpanjangan masa jabatan kepala daerah yang berdampak pada efektivitas pemerintahan dan kepercayaan publik.

PDIP Kaget, Usulkan Pemisahan Eksekutif-Legislatif Secara Horizontal

Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari PDIP, Aria Bima, mengaku terkejut atas putusan MK dan mengusulkan model pemisahan horizontal: pemilu eksekutif (presiden dan kepala daerah) dilaksanakan lebih dulu, lalu pemilu legislatif.

“Pengalaman Pemilu 2024 kemarin menunjukkan betapa beratnya keserentakan. Maka kami usulkan pilpres dan pilkada digelar lebih dulu, kemudian disusul pileg nasional dan daerah,” katanya.

PDIP menyatakan masih membahas putusan ini secara internal di tingkat Dewan Pimpinan Pusat.

NasDem: MK Sudah Bertindak sebagai Legislator Positif

Ketua Komisi II DPR RI dari NasDem, Rifqinizamy Karsayuda, menilai MK kini telah bertindak sebagai pembentuk norma (positive legislature), bukan lagi sekadar membatalkan pasal yang inkonstitusional.

“Sekarang MK bukan cuma menyatakan inkonstitusional, tapi malah membuat aturan baru. Ini bukan wewenang MK, tapi DPR dan Presiden,” ujarnya.

Ia menyebut hal ini bisa mengganggu prinsip check and balance antarlembaga negara.

Puan Maharani: Parpol Akan Kumpul Bahas Sikap Bersama

Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengatakan seluruh partai politik akan menggelar pertemuan untuk menyikapi putusan MK tersebut.

Baca Juga :   PILKADES DESA BABELAN KOTA DIPASTIKAN "SAIDIH DAVIT" MENJABAT YANG KEDUA KALINYA

Hingga kini, belum ada sikap resmi dari DPR.

“Undang-Undang Dasar mengamanatkan pemilu digelar lima tahun sekali. Ini perlu dikaji bersama semua fraksi,” ujar Puan.

Ia memastikan akan ada rapat lanjutan setelah masukan dari pemerintah dan berbagai pihak diterima.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email
X
Threads
Pinterest
Telegram

Tinggalkan Balasan

Ikuti Kami :

Berita Serupa

Berita Terbaru

Twitter Kami

Load More

Tag Berita