Mediapasti.com – Pada Rabu, 19 Maret 2025, konflik di Jalur Gaza kembali memanas setelah Israel melancarkan operasi darat terbaru.
Militer Israel mengumumkan dimulainya operasi ini dengan tujuan memperluas perimeter keamanan dan menciptakan penyangga antara wilayah utara dan selatan Gaza.
Peringatan Terakhir kepada Penduduk Gaza
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengeluarkan pernyataan yang ditujukan kepada penduduk Gaza, menyebutnya sebagai “peringatan terakhir”.
Ia menekankan pentingnya pengembalian sandera Israel dan penyingkiran Hamas dari wilayah tersebut.
Katz juga mengutip saran Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang sebelumnya mengancam warga Gaza akan menghadapi konsekuensi fatal jika tidak mematuhi perintah tersebut.
Pengungsian Massal dan Krisis Kemanusiaan
Operasi militer ini memicu gelombang pengungsian besar-besaran.
Keluarga-keluarga dengan anak-anak kecil terpaksa meninggalkan rumah mereka di Gaza utara menuju wilayah selatan yang dianggap lebih aman.
Fred Oola, pejabat medis senior di rumah sakit lapangan Palang Merah di Rafah, menggambarkan situasi ini sebagai kepanikan yang nyata, dengan rasa sakit dan kehancuran terlihat jelas di wajah para pengungsi.
Serangan terhadap Fasilitas Kemanusiaan
Serangan udara Israel juga menargetkan fasilitas kemanusiaan.
Seorang karyawan Kantor Layanan Proyek PBB tewas, dan lima lainnya terluka ketika sebuah gedung PBB di Deir el-Balah dibombardir.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyatakan keterkejutannya atas insiden ini dan menyerukan penyelidikan penuh.
Komunitas internasional mengecam tindakan Israel. Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, menyatakan bahwa serangan tersebut menghancurkan harapan banyak orang untuk mengakhiri penderitaan di kedua belah pihak.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mendesak jeda baru dalam permusuhan, menyoroti bahwa serangan darat Israel di Gaza tengah terus menimbulkan banyak korban jiwa.
Pembicaraan Gencatan Senjata
Upaya untuk mencapai gencatan senjata kembali terhambat.
Israel dan Amerika Serikat berusaha mengubah ketentuan kesepakatan dengan memperpanjang tahap pertama, sikap yang ditolak oleh Hamas.
Tahap kedua seharusnya mencakup gencatan senjata yang langgeng dan penarikan pasukan Israel dari wilayah tersebut.
Analis politik dan mantan menteri Otoritas Palestina, Ghassan Khatib, menilai bahwa Israel enggan memasuki tahap kedua karena belum mencapai tujuan mereka untuk mengakhiri Hamas.