KKP-Produsen Surikan Buka Suara Mengenai Usulan Prabowo Sebagai Menu Makan Gratis

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email
X
Threads
Pinterest
Telegram

Mediapasti.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan rata-rata konsumsi protein masyarakat Indonesia saat ini jauh tertinggal dibanding negara lain. Hal ini karena banyak masyarakat yang mengalami defisiensi protein.

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Budi Sulistyo mengatakan rata-rata konsumsi protein harian masyarakat masih di angka 62,3 gram. Sementara, untuk negara maju, asupan protein harian mereka sudah di atas 100 gram.

“Kalau di negara maju asupan proteinnya sudah di atas 100 gram per hari. Dibandingkan Vietnam saja kita masih jauh, Vietnam sudah mendekati 100, di angka 94 gram per hari,” terang Budi dalam konferensi pers Selasa (17/9/2024).

Founder Berikan Protein Yogie Arry mengatakan produk susunya sebenarnya dirilis sebagai minuman protein ikan. Namun, konsumen yang melihat hidrolisat protein ikan (HPI) berwarna putih seperti susu bubuk, sehingga mereka mulai menyebut sebagai ‘susu ikan’ alih-alih minuman protein ikan.

“Jadi ini mungkin meluruskan juga bahwa terminologi yang ada sekarang jadi polemik, secara produk itu adalah minuman protein ikan,” terang Yogie dalam konferensi pers Selasa (17/9/2024).

“Cuma memang image atau bentuknya yang putih dan rasanya mirip susu, jadi disebutnya ‘susu ikan’,” sambungnya.

Budi mengatakan, ‘susu ikan’ merupakan produk turunan dari hidrolisat protein ikan (HPI), yakni ekstrak protein ikan hasil penelitian tim biotechnologi Libang KKP tahun 2017 dengan memanfaatkan ikan rendah ekonomi.

“HPI hadir sekaligus jadi upaya meningkatkan asupan protein masyarakat mendukung program Makan Bergizi Gratis sebagai langkah strategis mewujudkan generasi emas Indonesia dengan semangat merdeka protein 100 gram seperti negara-negara maju,” ujar Budi.

Sudah Diuji Coba pada Jajanan Anak di Sekolah.

Produk susu ikan sendiri sebelumnya sudah dilakukan uji coba kepada anak-anak sekolah. Produk uji coba tersebut berupa susu bubuk hasil olahan dari HPI.

Baca Juga :   PEMERINTAH BEKASI KEMBALI TERAPKAN WFH

“Kami sudah melakukan sosialisasi ke anak-anak sekolah untuk uji coba. (Anak-anak sekolah) mencicipi,” ujar Budi.

Selain dalam bentuk susu bubuk, ‘susu ikan’ tersebut juga dicampur ke dalam jajanan lain seperti cilok. Ke depannya, lanjut Budi bisa ditambahkan ke kue agar jumlah protein dalam makanan tersebut bisa bertambah.

“Kami fortifikasi dan kami mencobakan ke anak-anak sekolah. Kami minta tanggapan (mereka), apakah mereka merasa ada protein, apakah ada ikan di dalamnya (cilok). Mereka merasakan nggak ada (rasa ikan). Padahal di situ sudah ada protein ikan-nya,” ungkap Budi.

“Kemudian nanti juga bisa diuji coba dalam cookies. Di cookies kami tambahkan (susu ikan) sehingga nanti kami targetkan itu menjadi cookies yang disampaikan pada posyandu. Ibu-ibu hamil yang sedang melakukan pemeriksaan di sana mendapatkan kesempatan mengonsumsi tambahan protein juga,” tambah Budi.

Founder Berikan Protein Yogie Arie mengatakan bahan baku pembuatan ‘susu ikan’ ini berasal dari ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomi rendah seperti ikan selar dan ikan petek. Ikan-ikan tersebut langsung didapat dari hasil panen nelayan.

“Nah kita coba lihat apa yang bisa kita bantu kita serap potensi dari nelayan, ada ikan-ikan yang low economy, ini ikan-ikan yang nelayan tangkap nggak sengaja bisa dikatakan 70 persen ketika mereka tebar jaring,” tutur Yogie dalam konferensi pers Selasa (17/9/2024).

“Ikan-ikan yang nilainya rendah bahkan kalau dari panen itu sering dibuang-buang lagi ke laut, ini kita berpikir bagaimana memanfaatkan potensi yang melimpah ini. Kita kerja sama dengan nelayan-nelayan tradisional untuk men-supply bahan baku ikan, jangan bayangin ikannya salmon,” sambungnya.

Meskipun sudah diolah menjadi produk susu bubuk, ‘susu ikan’ sendiri masih memiliki aroma dan rasa yang amis ketika dikonsumsi. Tampilan awalnya tidak ada yang aneh, persis seperti susu sapi pada umumnya.

Baca Juga :   Bocoran Kabinet Prabowo Periode 2024-2029!

“Rasanya agak sedikit amis ya. Tapi lebih baik yang rasa coklat daripada yang strawberry, karena bener-bener lebih berasa gitu amisnya,” ujar Wican (29) karyawan swasta di Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2024).

Dirinya menambahkan, terkait tekstur, ‘susu ikan’ ini sudah hampir mirip dengan susu sapi biasanya.

“Teksturnya udah kayak susu (sapi) beneran. Tapi kalau susu (sapi) kan agak kental gitu kan,” katanya.

Begitupun dengan Ella (27) karyawan swasta di Jakarta Selatan juga mengatakan bahwa ‘susu ikan’ masih terasa amis baginya. Namun, bau dan rasa amis ini masih bisa ditolerir.

“Nelannya sih ya karena kayak air susu biasa kan, ya mudah aja. Tapi kayak di akhir rasanya itu emang ada bau-bau ikan,” kata Ella.

Meskipun masih memiliki rasa amis, dirinya menambahkan masih bisa terbiasa mengonsumsi ‘susu ikan’ setiap hari.

“Kalau daily, mungkin kalau sudah terbiasa ya ok ok saja ya. Mungkin tadi karena pertama kali jadi agak kaget,” kata dia.

Di masyarakat sendiri, timbul pertanyaan mengapa tidak langsung saja mengonsumsi ikan segar, daripada ‘susu ikan’ yang diketahui sebagai ultra-processed food.

Menjawab hal ini, peneliti ahli utama Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Ekowati Chasanah mengatakan ikan segar dengan pengolahan yang kurang tepat justru bisa menghilangkan gizinya.

“Ikan itu kan mudah rusak jika dibandingkan (makanan) protein tinggi lain misalnya kedelai gitu. Ikan cepat sekali rusaknya,” ujar Prof Ekowati dalam konferensi pers, Selasa (17/9/2024).

“Kalau pengolahannya tidak tepat, misalnya digoreng, itu ada beberapa asam amino esensial yang penting bagi tubuh itu rusak zat gizinya,” sambungnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email
X
Threads
Pinterest
Telegram

Tinggalkan Balasan

Ikuti Kami :

Berita Serupa

Berita Terbaru

Twitter Kami

Load More

Tag Berita