Mediapasti.com – Jagat maya dihebohkan oleh kemunculan grup Facebook bernama Fantasi Sedarah yang memperlihatkan konten menyimpang bertema inses atau hubungan sedarah.
Percakapan dan unggahan dalam grup tersebut menyebar luas di media sosial, termasuk platform X (Twitter) dan Instagram, memicu reaksi keras dari publik.
Dalam tangkapan layar yang dibagikan warganet, terlihat sejumlah unggahan yang menjadikan relasi mahram sebagai bahan fantasi seksual.
Grup tersebut diketahui memiliki ribuan anggota, sehingga meningkatkan kekhawatiran publik akan dampak normalisasi penyimpangan seksual melalui dunia maya.
Desakan agar aparat penegak hukum segera mengusut tuntas grup ini pun bermunculan.
Netizen menyerukan penghapusan grup tersebut dan penindakan terhadap para admin serta anggotanya.
Kemenag: Hubungan Mahram adalah Larangan Mutlak dalam Islam
Menanggapi fenomena ini, Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Arsad Hidayat, menyampaikan sikap tegas bahwa Islam secara mutlak melarang hubungan seksual maupun pernikahan dengan mahram.
Larangan ini tidak hanya berdasarkan hukum teologis, tetapi juga menyangkut etika dan kesejahteraan sosial masyarakat.
“Larangan ini bersifat prinsipil karena menyangkut perlindungan terhadap harkat keluarga dan kelestarian fitrah manusia,” ujar Arsad di Jakarta, Senin (19/5/2025).
Ia menambahkan, menjadikan relasi mahram sebagai objek fantasi, baik dalam bentuk tulisan, gambar, maupun hiburan digital, adalah bentuk penyimpangan moral yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan maqashid al-syari’ah, khususnya dalam menjaga keturunan (hifzh al-nasl).
Kategori Mahram dalam Hukum Islam
Arsad menjelaskan bahwa terdapat tiga kategori yang menjadikan seseorang haram dinikahi, yakni:
- Nasab (Hubungan darah): ibu, anak perempuan, saudara kandung, bibi, keponakan.
- Semenda (Hubungan karena pernikahan): mertua, anak tiri.
- Radha’ah (Persusuan): saudara sesusuan.
Ketentuan ini tercantum dalam Al-Qur’an dan ditegaskan kembali dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 39.
“Batas-batas ini merupakan pilar penting untuk menjaga kehormatan keluarga dan struktur sosial umat,” tegasnya.
Bahaya Sosial, Psikologis, dan Medis dari Relasi Mahram
Lebih dari sekadar persoalan hukum agama, hubungan inses memiliki dampak nyata secara medis dan sosial.
Arsad menyebutkan bahwa hubungan seksual antar-mahram berpotensi menimbulkan kelainan genetik pada keturunan.
Selain itu, inses dapat menciptakan trauma psikologis, konflik keluarga, hingga stigma sosial yang mengakar.
“Kalau ini dibiarkan tanpa edukasi dan pengawasan, maka batas antara halal dan haram menjadi kabur. Ini bisa merusak tatanan masyarakat dan generasi mendatang,” ujarnya.
Negara Tidak Toleran terhadap Pelanggaran Seksual terhadap Mahram
Arsad juga menegaskan bahwa jika hubungan seksual antar-mahram terjadi dalam praktik nyata, apalagi dengan unsur kekerasan atau melibatkan anak di bawah umur, maka pelaku dapat dijerat pidana sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
“Ini bukan persoalan privat. Negara tidak memberikan ruang toleransi atas pelanggaran yang merusak nilai moral, apalagi jika berdampak pada anak-anak. Tidak boleh dibungkus atas nama cinta, adat, atau kebebasan berekspresi,” tegasnya.
Edukasi Seksual dan Keagamaan adalah Kunci Pencegahan
Untuk mencegah penyimpangan serupa, Kemenag mendorong penguatan edukasi keagamaan dan etika seksual sejak dini.
Edukasi ini tidak hanya melalui institusi pendidikan formal, tetapi juga di lingkungan keluarga dan media digital.
“Pemahaman yang benar mengenai siapa saja yang termasuk mahram sangat penting untuk menjaga nilai dan kehormatan keluarga. Ini bagian dari pembangunan masyarakat yang sehat dan beradab,” ujar Arsad.
Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih kritis dalam menyikapi konten digital dan tidak ragu melaporkan konten menyimpang kepada pihak berwenang.
“Kita harus menjaga benteng keluarga dan masyarakat dari paparan nilai-nilai yang menyesatkan. Ini bukan sekadar isu agama, tapi tentang masa depan moral bangsa,” pungkas Arsad.