Pernyataan Fadli Zon Soal Pemerkosaan Massal 1998 Picu Kecaman: Ini Bukti dan Fakta Nyata

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email
X
Threads
Pinterest
Telegram

Mediapasti.com – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menuai kecaman publik setelah dalam sebuah wawancara dengan Uni Lubis dalam program Real Talk (9 Juni 2025), ia menyatakan bahwa tidak ada bukti tentang pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998.

Ia bahkan menyebut isu tersebut sebagai “cerita” yang tidak pernah terbukti.

“Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya. Kalau ada, tunjukkan,” ujar Fadli dalam video yang kini viral di media sosial.

Pernyataan ini disebut mencederai perjuangan para penyintas kekerasan seksual serta aktivis kemanusiaan yang selama puluhan tahun memperjuangkan keadilan dan pengakuan terhadap korban tragedi nasional itu.

Kecaman Keras dari Aktivis dan Sejarawan

Sejarawan sekaligus aktivis perempuan, Ita Fadia Nadia, langsung mengecam pernyataan Fadli.

Dalam konferensi pers yang digelar Jumat (13 Juni 2025), ia menyebut pernyataan tersebut sebagai “dusta yang melukai para korban.”

“Sebagai mantan anggota Tim Relawan Kemanusiaan, saya tahu betul bahwa pemerkosaan massal itu nyata. Pernyataan Fadli Zon adalah bentuk penyangkalan terhadap kebenaran sejarah,” ujarnya, dikutip dari Kompas.com.

Ita juga menegaskan bahwa seorang pejabat negara seharusnya menjadi penyembuh luka sejarah, bukan justru menambah luka dengan menyangkal kenyataan yang telah didokumentasikan secara resmi oleh negara sendiri.

Apa yang Terjadi pada Kerusuhan Mei 1998?

Kerusuhan Mei 1998 terjadi dalam konteks runtuhnya rezim Orde Baru.

Antara 13 hingga 15 Mei 1998, Jakarta dan sejumlah kota besar dilanda kerusuhan sosial, pembakaran, penjarahan, dan kekerasan terhadap warga sipil, khususnya etnis Tionghoa.

Salah satu tragedi terbesar adalah kekerasan seksual terhadap perempuan, yang sebagian besar terjadi secara sistematis dan menyasar kelompok etnis tertentu.

TGPF dan Komnas Perempuan: Fakta Pemerkosaan Massal Memang Ada

Pemerintah Indonesia sendiri pada tahun 1998 membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki kerusuhan.

Baca Juga :   Antrian Solar Makin Lama Kendaraan Ngantri Jadi Pemandangan Setiap Hari Di SPBU Gorontalo

Laporan final TGPF dirilis pada 1999, bekerja sama dengan Komnas Perempuan, Komnas HAM, serta lembaga kemanusiaan lainnya.

Berdasarkan laporan gabungan tersebut, ditemukan bukti konkret kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan massal, dengan rincian sebagai berikut:

Korban Pemerkosaan Massal: 52 Orang

  • Diperoleh dari wawancara langsung dengan korban: 3 orang
  • Diperiksa medis oleh dokter: 9 orang
  • Informasi dari orang tua korban: 3 orang
  • Informasi dari tenaga medis atau psikolog: 10 orang
  • Informasi dari rohaniawan atau konselor: 27 orang

Korban Pemerkosaan Disertai Penganiayaan: 14 Orang

  • Berdasarkan laporan medis: 3 orang
  • Berdasarkan saksi keluarga: 10 orang
  • Berdasarkan konselor: 1 orang

Korban Penyerangan atau Penganiayaan Seksual: 10 Orang

  • Pengakuan langsung korban: 3 orang
  • Informasi dari rohaniawan: 3 orang
  • Informasi dari keluarga: 3 orang
  • Informasi dari dokter: 1 orang

Korban Pelecehan Seksual: 9 Orang

  • Pengakuan korban: 1 orang
  • Berdasarkan saksi: 8 orang

Jumlah Total Korban Kekerasan Seksual: 168 Orang

Hingga 3 Juli 1998, TGPF dan Komnas Perempuan berhasil mengidentifikasi setidaknya 168 korban kekerasan seksual, dengan distribusi:

  • 153 korban berasal dari Jakarta dan sekitarnya
  • 15 korban berasal dari Solo, Medan, Palembang, dan Surabaya

Dari total itu:

  • Sebanyak 20 korban dilaporkan meninggal dunia
  • Banyak lainnya menderita trauma berat, baik secara fisik maupun psikologis

Mengapa Banyak Korban Tidak Tampil ke Publik?

Komnas Perempuan menjelaskan bahwa ada banyak kendala dalam mengungkap jumlah sebenarnya korban pemerkosaan, antara lain:

  • Stigma sosial dan ketakutan terhadap diskriminasi
  • Ancaman keamanan terhadap korban dan keluarga
  • Minimnya perlindungan hukum dan psikososial
  • Korban tidak percaya bahwa negara akan memberikan keadilan

Maka dari itu, data yang tersedia merupakan hasil uji silang ketat, penggalian dari rumah sakit, hotline krisis, konselor, LSM, hingga rohaniawan.

Apakah Negara Pernah Mengakui Peristiwa Ini?

Ya. Pada 2000, Presiden Abdurrahman Wahid melalui Komnas Perempuan menyatakan keprihatinan dan meminta maaf kepada korban.

Baca Juga :   Olahan Sampah Jangan Ulang Bantargebang Jakarta, Lalu IKN ?

Laporan resmi TGPF juga telah diserahkan kepada pemerintah dan menjadi dasar sejumlah perbaikan kebijakan HAM.

Sayangnya, hingga kini:

  • Pelaku belum dihukum
  • Korban belum menerima pemulihan yang layak
  • Sejarah tragedi ini belum diajarkan secara luas di sekolah

Penulisan Ulang Sejarah oleh Kementerian Fadli Zon Dinilai Bermasalah

Fadli Zon menyatakan bahwa kementeriannya tengah menyiapkan penulisan ulang sejarah Indonesia dengan pendekatan ā€œpositifā€, yakni tidak membahas ā€œkesalahan pihak tertentuā€ dan menghindari narasi konflik.

Namun para aktivis HAM, akademisi, dan pegiat sejarah menilai bahwa pendekatan ini berpotensi merevisi atau menghapus fakta-fakta kelam, termasuk pemerkosaan massal Mei 1998.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email
X
Threads
Pinterest
Telegram

Tinggalkan Balasan

Ikuti Kami :

Berita Serupa

Berita Terbaru

Twitter Kami

Load More

Tag Berita