Tragedi “Haji Singapura”: Ketika Ribuan Jemaah Indonesia Ditipu Agen Travel Abal-Abal

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email
X
Threads
Pinterest
Telegram

Mediapasti.com – Di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, ibadah haji bukan hanya merupakan kewajiban agama, tetapi juga simbol status sosial.

Menunaikan rukun Islam kelima ini dianggap sebagai pencapaian spiritual tertinggi, sekaligus meningkatkan prestise seseorang di mata masyarakat.

Namun, tingginya antusiasme masyarakat untuk berhaji justru membuka celah penipuan oleh oknum agen travel tidak bertanggung jawab yang bahkan praktik ini telah terjadi sejak masa kolonial.

Awal Mula Penipuan: Iming-Iming Biaya Haji Murah

Pada era Hindia Belanda, perjalanan haji sangat mahal dan melelahkan.

Karena belum adanya pesawat, jemaah harus menempuh jalur laut selama 1–2 bulan.

Total durasi perjalanan pulang-pergi bisa mencapai 6 bulan atau lebih.

Dalam memoar Herinneringen van Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat (1936), disebutkan bahwa biaya haji kala itu berkisar 500–800 gulden.

Dengan asumsi harga emas sekitar 2 gulden per gram saat itu, maka 500 gulden setara 250 gram emas sekitar Rp434 juta jika dikonversikan ke harga emas saat ini (Rp1,8 juta/gram).

Karena mahalnya biaya tersebut, banyak masyarakat tergoda dengan tawaran haji murah dari agen tak resmi yang dikenal sebagai syekh haji.

Mereka menjanjikan perjalanan ke Tanah Suci dengan biaya miring, tetapi ternyata itu hanya jebakan.

Perjalanan Tragis: Kapal Barang dan Transit di Singapura

Ribuan calon jemaah tetap diberangkatkan, namun bukan dengan kapal penumpang resmi, melainkan kapal barang sewaan tanpa fasilitas layak.

Tidak ada tempat tidur, toilet, atau cukup perbekalan. Mereka menerima kondisi ini dengan pasrah, mengira itu bagian dari ujian spiritual.

Namun, setibanya di Singapura, titik transit utama menuju Makkah, para jemaah malah diturunkan secara paksa.

Agen haji kabur atau berhenti bertanggung jawab karena dana perjalanan tidak mencukupi.

Baca Juga :   Minum Obat Tak Menjamin Sembuh! Cerita Orangtua Pasien Gagal Ginjal

Para jemaah akhirnya terlantar tanpa arah dan kehabisan bekal.

Data Historis: Ribuan Jemaah Tak Pernah Sampai Makkah

Dalam laporan konsulat Belanda di Jeddah tahun 1893, dari 5.193 calon jemaah haji asal Hindia Belanda, hanya 1.984 orang yang kembali.

Sisanya menghilang, kemungkinan besar terlantar atau bekerja paksa demi melanjutkan perjalanan.

Sejarawan Dien Madjid dalam buku Berhaji di Masa Kolonial (2008), menyebut kejadian ini sebagai salah satu tragedi sosial-religius terbesar masa kolonial.

Haji Singapura: Sertifikat Palsu Demi Menjaga Martabat

Calon jemaah yang tidak mampu melanjutkan perjalanan ke Makkah dihadapkan pada dua pilihan: bekerja dulu di perkebunan sekitar Singapura untuk mengumpulkan dana, atau pulang dengan sertifikat haji palsu.

Dalam buku Naik Haji di Masa Silam (2013), Henri Chambert-Loir menjelaskan bahwa mereka membeli dokumen palsu untuk menghindari rasa malu di kampung halaman.

Praktik ini melahirkan istilah “Haji Singapura”, sebutan bagi mereka yang gagal menunaikan ibadah haji tetapi tetap pulang dengan gelar “haji”.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email
X
Threads
Pinterest
Telegram

Tinggalkan Balasan

Ikuti Kami :

Berita Serupa

Berita Terbaru

Twitter Kami

Load More

Tag Berita