Mediapasti.com – Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengusulkan kenaikan tarif ojek online (ojol) hingga 15 persen.
Wacana ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Aan Suhanan, dalam rapat bersama Komisi V DPR RI pada Senin (30/6/2025).
Ia menyebut bahwa kajian teknis telah rampung dan aturan baru akan segera diterbitkan.
“Kami sudah final dalam pengkajian tarif, khususnya untuk kendaraan roda dua. Kenaikan bervariasi, ada yang mencapai 15 persen tergantung zona wilayah,” kata Aan.
Kenaikan ini disebut telah disetujui oleh aplikator seperti Gojek dan Grab, namun pemerintah masih akan memanggil pihak-pihak terkait sebelum regulasi resmi diluncurkan.
Skema Tarif Ojol Berdasarkan Zona
Tarif ojol saat ini masih mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 564/2022 dan terbagi menjadi tiga zona:
- Zona I: Sumatra, Jawa (kecuali Jabodetabek), dan Bali – tarif Rp1.850–Rp2.300/km
- Zona II: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi – tarif Rp2.600–Rp2.700/km
- Zona III: Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua – tarif Rp2.100–Rp2.600/km
Ketiga zona tersebut belum mengalami perubahan tarif sejak tiga tahun terakhir.
Kenaikan Tarif Dinilai Tidak Tepat Waktu
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menilai kenaikan tarif ojol justru berisiko meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.
“Alih-alih meningkatkan kesejahteraan driver, tarif tinggi justru bisa membuat penumpang beralih ke transportasi umum. Order driver bisa turun drastis,” ujarnya.
Ia menilai, langkah yang lebih tepat adalah menurunkan potongan komisi dari aplikator yang saat ini mencapai 20 persen, bukan menaikkan tarif kepada konsumen.
Timboel juga memperingatkan bahwa kenaikan tarif ojol berpotensi menurunkan jumlah perjalanan, yang berdampak pada pendapatan driver dan penerimaan negara dari pajak digital.
“Solusinya bukan di tarif, tapi perlindungan driver dan keberanian pemerintah menekan aplikator,” tegasnya.
Kenaikan Tak Berarti Signifikan
Peneliti dari Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), Muhammad Anwar, memaparkan simulasi pendapatan pengemudi pasca kenaikan tarif:
- Sebelum kenaikan (Rp2.500/km): pendapatan bersih Rp100.000/hari
- Setelah kenaikan 8%–15%: pendapatan bersih naik menjadi Rp108.000–Rp115.000/hari
Namun, menurutnya, kenaikan tersebut sangat kecil dibandingkan lonjakan biaya hidup dan potongan aplikator yang tidak berubah.
Kebijakan kenaikan tarif justru dianggap menguntungkan aplikator seperti Gojek, Grab, dan Maxim.
Mereka bisa meraup pendapatan lebih besar dari komisi tiap perjalanan, tanpa harus menaikkan gaji atau mengubah sistem insentif driver.
“Ini bentuk pengalihan beban dari aplikator ke konsumen, bukan solusi nyata bagi pengemudi,” kata Anwar.
Kenaikan tarif dikhawatirkan akan memukul masyarakat yang sangat bergantung pada ojol.
Di sisi lain, transportasi publik di Indonesia belum menjangkau banyak kawasan permukiman, belum nyaman, dan belum sepenuhnya terintegrasi.
Status Hukum Driver Ojol Masih Abu-abu
Pakar ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak menyoroti urgensi untuk memperjelas hubungan kerja antara driver dan aplikator, apakah sebagai mitra atau karyawan.
“Jika mitra, pemerintah harus menegaskan hak-haknya. Jika pekerja, maka aplikator wajib memberi BPJS dan THR,” tegasnya.
Ia menganggap kenaikan tarif tak akan menyelesaikan masalah struktural yang lebih dalam terkait status dan perlindungan kerja ojol.
Pendapat Kontra dan Pro
Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Aloysius Uwiyono, menyatakan bahwa kenaikan tarif sah-sah saja jika untuk meningkatkan penghasilan driver, meski belum tentu berdampak signifikan terhadap kesejahteraan.
Ia menegaskan, selama hubungan driver dan aplikator bersifat privat, maka intervensi pemerintah terbatas pada mediasi, bukan pemaksaan.
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menyarankan agar kenaikan tarif dilakukan secara berkala dan berbasis formula.
Ia menyebut formula tersebut harus memasukkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai acuan.
“Dengan inflasi 2,5% dan pertumbuhan ekonomi 4,8% pada 2025, tarif ideal naik sekitar 7,3%,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa penumpang dapat menerima kenaikan jika dilakukan secara transparan, masuk akal, dan tidak mendadak.