Mediapasti.com – Seorang bocah laki-laki berusia 13 tahun di Kota Cirebon, Jawa Barat, berinisial ARP mengalami depresi hingga putus sekolah setelah ponselnya dijual oleh sang ibu. Sang ibu, Siti Anita, terpaksa menjual ponsel tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari karena suaminya tidak mengirimkan uang selama 8 bulan.
ARP membeli ponsel tersebut dengan hasil menabungnya sendiri. Ia sangat menyayangi ponselnya dan menggunakannya untuk berkomunikasi dengan teman-temannya dan belajar online. Ketika ponselnya dijual, ARP menjadi sering melamun dan emosinya tidak terkontrol. Ia bahkan sempat mengamuk di kelas dan harus berhenti sekolah untuk sementara waktu.
Kisah ARP ini menjadi sorotan dan mengundang keprihatinan banyak pihak. Peristiwa ini menunjukkan dampak negatif dari kemiskinan dan kurangnya akses terhadap pendidikan.
Berikut beberapa poin penting terkait kasus ini:
- Kemiskinan: Keluarga ARP tergolong miskin dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini membuat sang ibu terpaksa menjual ponsel ARP untuk membeli makanan.
- Ketergantungan pada teknologi: ARP sangat bergantung pada ponselnya untuk berkomunikasi dan belajar online. Ketika ponselnya dijual, ia merasa kehilangan alat yang penting untuk hidupnya.
- Kurangnya dukungan mental: ARP tidak mendapatkan dukungan mental yang memadai untuk mengatasi depresinya. Hal ini memperparah kondisinya dan membuatnya putus sekolah.
Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya memerhatikan kesehatan mental anak-anak, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Kita perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa semua anak memiliki akses terhadap pendidikan dan dukungan mental yang mereka butuhkan.