Mediapasti.com – Upaya mahasiswa dari Aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI) untuk menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (22/7/2024), diakhiri semburan water cannon dari polisi.
Unjuk rasa dan orasi berapi-api disampaikan mahasiswa dari Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed), Universitas Sebelas Maret, Universitas Andalas, Universitas Negeri Jakarta, Institut Pertanian Bogor, dan sejumlah universitas lainnya di ruas Jalan Medan Merdeka Barat yang berada di depan Gedung Kemenparekraf. Aksi tersebut dalam rangka mengkritik 10 tahun pemerintahan Jokowi.
“Sudah 10 tahun sejak Jokowi pertama kali menjabat sebagai Presiden, sangat banyak keluar kebijakan-kebijakan pemerintah yang sangat tidak pro terhadap rakyat,” ujar Koordinator Pusat BEM SI Herianto saat aksi di samping Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat. Massa mulai menyuarakan tuntutan mereka sekitar pukul 15.14 WIB. Berkali-kali tuntutan disuarakan, tetapi pihak Istana tidak kunjung merespons.
Berupaya merobohkan pembatas beton
Karena upayanya bertemu Jokowi tak digubris, massa mulai mengaitkan tali-tali tambang ke salah satu beton pembatas yang berada di tengah jalan, dekat mobil komando.
Mengikuti aba-aba, sejumlah mahasiswa menarik tali itu kencang-kencang. Beton pembatas pun sedikit tertarik, bergeser beberapa sentimeter dari tempatnya. “Jangan halangi kami untuk menyerahkan kajian yang telah kami buat,” ujar salah satu peserta aksi dari atas mobil komando. Sorak sorai massa semakin ramai sekitar pukul 16.52 WIB. Mereka yakin pembatas beton ini akan roboh sebelum malam tiba. Tali-tali kembali ditarik, tetapi kemudian putus. Sementara puluhan massa bertugas menarik tali, dua atau tiga di antara mereka berada di atas beton untuk ikut menarik dinding.
Dua tiga kali tarik, massa kehabisan tenaga dan rehat sekitar 10-15 menit. Kemudian, salah satu peserta aksi kembali meminta agar Jokowi dapat hadir di lokasi aksi. “Wahai kepolisian silakan panaskan mobil water cannon, kita tidak akan mundur,” seru salah satu mahasiswa dari atas mobil komando. Massa masih bersikukuh untuk merobohkan beton pembatas di samping kanan mobil komando.
Mereka terus mencoba sampai salah satu dari mahasiswa yang berada di atas beton pun terluka. Jari-jarinya berdarah setelah terkena kawat berduri yang diletakkan di belakang dinding beton. Menyadari ada halangan baru di balik pembatas yang hendak mereka robohkan, massa pun mencari beton pembatas lain yang lebih ringan dan memungkinkan untuk didobrak. Mereka pun pindah ke beton dekat trotoar. Dalam satu atau dua kali tarikan, beton itu benar-benar roboh. Hal ini terjadi sekitar pukul 17.46 WIB. Mahasiswa pun bersorak-sorai menaiki beton yang baru saja roboh.
Meski masih ada kawat berduri yang menghalangi, sejumlah mahasiswa terlihat memasuki area di depan beton pembatas. Sebelumnya, area itu tak pernah terjamah oleh massa.
Namun, satu dua orang ini hanya memeriksa kondisi dan memperkirakan langkah selanjutnya yang mereka akan ambil.
Beberapa mahasiswa masih meneriakkan tuntutan mereka dan kembali memberikan kesempatan bagi pihak Istana untuk menemui mereka.
Polisi yang tadinya diam saja pun akhirnya bersuara, mencoba berkomunikasi dengan massa menggunakan pengeras suara dari salah satu mobil pengurai massa.
Barisan polisi yang tadinya hanya diisi perwira-perwira berseragam coklat biasa perlahan digantikan mereka yang dilengkapi dengan perisai dan baton atau tongkat pemukul.
Adzan maghrib berkumandang dan massa mencoba meredam emosi mereka.
Dari mobil komando, seorang mahasiswa pun mengumandangkan adzan sebelum mengajak teman-teman untuk shalat berjamaah di belakang mobil komando.
Demo ricuh dan tembakan water cannon
Usai istirahat sejenak untuk shalat, massa kembali menduduki beton pembatas yang telah roboh. Mereka terus mendesak agar Jokowi menemui mereka. Namun, Presiden tengah melakukan kunjungan kerja ke Papua. Menyadari Istana tak punya iktikad baik, massa pun membakar ban dan spanduk di balik kawat berduri ketika polisi memberikan peringatan pertama kepada massa karena waktu demonstrasi telah selesai. Api berkobar hebat sekitar pukul 18.37.
Namun, polisi segera mengerahkan tim pemadam mereka untuk memadamkan api. Massa tak terima dan bersorak kembali. Polisi membalas dan menembak water cannon ke arah massa yang berada di atas dinding beton. Tak gentar menghadapi semprotan air, massa pun bertahan.
Mereka berlindung di balik dinding-dinding beton yang masih berdiri dan sempat kembali duduk di atasnya sambil bernyanyi dan menyuarakan tuntutan mereka agar pihak Istana hadir di depan Patung Arjuna Wijaya. Namun, forklift yang sudah bersiap di sisi kanan massa berkata lain. Sebuah beton pembatas pun diangkat dan satu peleton polisi lengkap dengan perisai dan baton pemukul pun masuk membuat barisan. Sementara, water cannon ditembak untuk kedua kalinya dengan semprotan yang lebih kencang ke arah massa.
Sebagian mahasiswa masih bertahan sebelum perlahan terdorong ke arah bundaran Monas. Bentrokan sempat terjadi ketika pleton polisi ini maju dan massa menolak untuk mundur. Perisai-perisai yang dibawa pun ditubrukkan ke arah massa yang mencoba untuk terus maju. Sementara, water cannon berulang kali ditembakkan sampai massa terpukul mundur dan terpaksa membubarkan diri.
Mereka pun terpencar ke segala arah. Ada yang lari ke arah Thamrin, ke Jalan Abdul Muis di belakang Gedung Indosat, dan ke arah Tugu Tani. Demonstrasi pun diakhiri paksa sekitar pukul 19.05 WIB.
Bukan mau lengserkan Jokowi
Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia (SI), Herianto menegaskan aksi unjuk rasa hari ini bukan untuk melengserkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kedatangan massa hari ini adalah untuk mengkritik atau mengadili Jokowi atas kepemimpinan selama 10 tahun terakhir. “Kita enggak mau Jokowi lengser karena ujung-ujungnya pasti berhenti di akhir pemerintahannya,” ujar Heri.
Aksi hari ini ditujukan untuk menjadi peringatan kepada Jokowi yang masa akhir kepemimpinannya dinilai sebagai suatu kegagalan. Selain itu, massa ingin tuntutan yang mereka sampaikan hari ini menjadi referensi untuk pemerintahan selanjutnya, yaitu presiden terpilih Prabowo Subianto. “Ini menjadi referensi bahwa pemimpin Jokowi yang selanjutnya Pak Prabowo, ini menjadi evaluasi bahwa masyarakat dan mahasiswa ini tetap memperhatikan kebijakan-kebijakannya ke depannya,” lanjut Heri.
12 tuntutan massa BEM SI
“Kami menuntut Jokowi untuk tidak cawe-cawe di Pilkada Indonesia 2024,” ujar Heri saat ditemui di tengah aksi di samping Patung Arjuna Wijaya. Mahasiswa menilai, Jokowi masih terlihat melakukan cawe-cawe usai Pilpres. Hal ini dilihat dari adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah batas minimal usia kepala daerah. Tuntutan kedua, mahasiswa menolak kembalinya dwifungsi TNI dan Polri. Kemudian, massa juga mendesak agar pemerintah segera mengesahkan RUU Perampasan Aset dan RUU Masyarakat Adat.
“Tuntaskan kasus pelanggaran HAM berat dan tindak tegas pelaku represifitas kepolisian. Lalu, tuntaskan konflik agraria dan wujudkan reforma agraria sejati,” lanjut mahasiswa Universitas Mataram ini. Massa juga mendesak pemerintah untuk mencabut PP Nomor 25 Tahun 2024 dan mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan hilirisasi nikel. Pemerintah juga dituntut untuk mengatasi limbah industri dan memperhatikan AMDAL dalam pembangunan proyek.
“Menuntut pemerintah untuk meningkatkan fasilitas, pelayanan dan sistem kesehatan,” imbuh Heri. Massa mendesak agar pemerintah segera mencabut UU Tapera dan revisi kembali sejumlah pasal-pasal yang bermasalah. Kemudian, massa juga menuntut agar pemerintah dapat mewujudkan keadilan dan pemerataan pendidikan di Indonesia. “Wujudkan wacana pendidikan gratis di Indonesia. Terakhir, cabut dan revisi Permendikbud Nomor 2 tahun 2024 untuk dikasih kembali substansi materialnya,” tutup Heri.