Perang di Gaza, Palestina masih terus berlangsung. Militer Israel (IDF) belum juga menghentikan serangannya ke daerah kantong itu.
Sejak Senin pagi, RS Indonesia di Gaza pun menjadi sararan. Laporan menyebut militer Israel mengepung fasilitas kesehatan di Jabaliya itu, menembaki semua orang yang hendak keluar seraya membawa tank-tank militer merapat.
Padahal, berdasarkan laporan Al-Jazeera, RS Indonesia penuh dengan 6.000 orang. Termasuk staf dan dokter hingga 700 pasien berlindung di dalamnya.
Mengutip CNN International, IDF berdalih tembakan dilakukan untuk menanggapi serangan yang menargetkan pasukan mereka dari dalam RS. Pasukan Zionis berujar mereka ditembaki lebih dulu.
Dalam update laman yang sama, dilaporkan bagaimana jurnalis Palestina, Anas al-Sharif yang berada di dalam rumah sakit, menjelaskan bagaimana tank-tank Israel berada di luar gerbang utama RS Indonesia.
“Kami mendapat ancaman di RS Indonesia, dan kami terjebak di dalamnya,” katanya.
Hingga kini, sebanyak 12 orang tewas akibat aksi Israel tersebut itu, termasuk pasien, dan puluhan luka.
Lalu bagaimana situasi terkini RS Indonesia?
Dari update terbaru AFP Selasa (12/11/2023) pagi, situasi dilaporkan masih mencekam, di mana otoritas setempat khawatir pembantaian bisa terjadi. Namun disebutkan pulabagaimana pasien yang terjebak mulai mendapat pertolongan.
Sebanyak 200 pasien dievakuasi dari rumah sakit dengan bantuan Palang Merah Internasional (IRC). Mereka dibawa dengan bus ke rumah sakit Nasser di kota selatan Khan Yunis.
“Tentara Israel mengepung rumah sakit Indonesia,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Ashraf al-Qudra.
“Kami khawatir hal yang sama akan terjadi di sana seperti yang terjadi di Al-Shifa,” tambahnya, merujuk pada rumah sakit terbesar di Gaza yang telah digeledah pasukan Israel sejak Rabu.
“Kami prihatin dan khawatir mereka melakukan pembantaian di sana seperti yang mereka lakukan di al-Shifa.”
Dilaporkannya pula masih ada sekitar 400 pasien di rumah sakit tersebut. Dikatakan masih sekitar 2.000 pengungsi berlindung di sana.
“(Militer Israel) mengakhiri harapan terakhir yang dimiliki siapa pun di Gaza utara untuk mendapatkan perawatan,” sebutnya lagi.
“Artinya, 800.000 hingga 900.000 orang akan kehilangan rumah sakit. Hal ini akan menyebabkan kematian banyak orang yang menderita penyakit jangka panjang atau terluka,” kata Al-Qudra.
Sebuah klip video pendek yang dibagikan oleh Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina menunjukkan personel medis di dalam fasilitas tersebut membantu seorang pria yang terluka di lantai. Sementara seorang pria lain memegang tabung dialisis yang tergantung di puing-puing.
WHO
Serangan ini mendatangkan kecaman dari Organisasi Kesehatan Internasional (WHO). Petugas darurat senior WHO mengaku masih terus mencoba berkomunikasi dengan RS Indonesia, menyusul laporan pemboman dan tembakan.
“Kami mencoba menghubungkan jalur komunikasi ke rumah sakit untuk mengetahui status pasien,” katanya dalam konferensi pers di PBB dari Gaza, dikutip CNBC International.
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengaku terkejut dengan serangan ini. Ia mengatakan seharusnya hal tersebut tidak terjadi.
“Petugas kesehatan dan warga sipil tidak boleh mengalami kengerian seperti itu, terutama saat berada di dalam rumah sakit,” tambahnya di akun media sosial X.
Respons RI
Indonesia sendiri melalui Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, mengutuk sekeras-kerasnya serangan Israel ke RS Indonesia Gaza. Apalagi hal itu menewaskan sejumlah warga sipil.
“Serangan tersebut merupakan pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional,” kata Retno pada keterangan persnya.
Retno menyebut semua negara, terutama yang memiliki hubungan dekat dengan Israel, harus bergerak. Masing-masing haus menggunakan segala pengaruh dan kemampuannya untuk mendesak dan menghentikan kekejaman Negara Zionis tersebut.
“Saya sendiri telah menghubungi UNRWA (Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina) di Gaza, untuk menanyakan situasi RS Indonesia dan memperoleh jawaban bahwa UNRWA juga tidak dapat melakukan kontak dengan siapapun di RS Indonesia saat ini,” jelasnya lagi.
“Hingga saat ini, Kementerian Luar Negeri masih hilang kontak dengan tiga orang WNI yang menjadi relawan di RS Indonesia,” tambahnya.
“Saya akan terus berusaha untuk menghubungi berbagai pihak, guna memperoleh informasi terkait RS Indonesia dan keselamatan 3 WNI tersebut. Koordinasi dengan MerC Jakarta juga terus kita lakukan. Dan mari kita doakan agar mereka selamat dan selalu diberi perlindungan Allah SWT.”