Dukungan Amerika Serikat (AS) ke Israel terus berlanjut, dan kembali memveto resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB. AS memveto resolusi DK PBB yang meminta keanggotaan penuh Palestina di PBB, Kamis (18/4/2024).
Resolusi Dewan Keamanan PBB 🇺🇳 akui Palestina 🇵🇸 sebagai negara anggota UN penuh gagal di veto AS 🇺🇲
— Aceh 🇮🇩🇹🇷🇵🇸 (@Aceh) April 19, 2024
AS 🇺🇲 veto Dewan Keamanan yang rekomendasikan Palestina diberikan keanggotaan penuh (Setuju 12 Veto: 1🇺🇲 ). Palestina butuhkan 9 suara dan 0 veto pic.twitter.com/mUSiCk8Tyx
15 anggota DK PBB berkumpul di New York untuk mengambil suara terakhir draf resolusi yang diajukan Aljazair. Dikutip dari Anadolu Agency, keanggotaan itu kemudian diblok karena veto AS, meski 12 suara menyetujuinya dan dua memilih abstain.
Sebelum pemilihan suara, wakil Aljazair untuk PBB Amar Bendjama mengatakan sudah waktunya Palestina mengambil tempat yang selayaknya di tengah komunitas bangsa-bangsa. Selain itu mengupayakan keanggotan di PBB adalah ekspresi mendasar dari penentuan nasib sendiri.
“Hari ini, seruan sejarah kembali bergema, dan merupakan kehormatan bagi saya untuk mengajukan rekomendasi kepada dewan untuk mengakui Palestina sebagai anggota penuh PBB,” katanya. “Ini adalah langkah penting untuk memperbaiki ketidakadilan yang sudah berlangsung lama,” kata Bendjama.
Palestina sendiri telah diterima sebagai negara pemantau pada Majelis Umum PBB pada 2012, memperbolehkan perwakilannya untuk berpartisipasi dalam debat dan organisasi PBB. Meski begitu, Palestina tak memiliki hak untuk ikut dalam pemungutan suara.
Berdasarkan piaham PBB, negara yang diberikan keanggotaan PBB ditentukan oleh Majelis Umum berdasarkan rekomendasi dari Dewan Keamanan. Sejak perang di Gaza, yang telah membunuh puluhan ribu warga Palestina oleh serangan Israel, AS menunjukkan dukungan tanpa henti ke negara Zionis itu.
Sejumlah draft resolusi DK PBB yang menginginkan gencatan senjata dan penghentian serangan Israel berulang kali diveto oleh AS. AS juga meneruskan memberikan bantuan militer ke Israel, dengan dalih negara Zionis itu memilih hak untuk melindungi diri, meski warga sipil Palestina di Gaza yang menjadi korban.