Mediapati.com – Protes langka terjadi di kota-kota besar China. Ratusan orang turun ke jalan-jalan di kota-kota besar negara itu, Minggu (27/11/2022).
Wall Street Journal pun melaporkan bagaimana demo juga menuntut penguasa, Xi Jinping turun. Ini disebabkan aturan penguncian (lockdown) di negeri itu.
Strategi China menekan kasus Covid-19 saat ini memicu frustrasi publik. AFP menulis, bagaimana banyak warga lelah dengan penguncian cepat, karantina yang lama, dan kampanye pengujian massal.
Warga di wilayah Xinjiang dan Beijing turun ke jalan memprotes pembatasan ketat yang dilakukan pemerintah akibat naiknya kasus harian Covid-19 di seluruh China. Demo merupakan peristiwa langka di negara itu.
Massa turun ke jalan pada Jumat malam, 25 November 2022 di ibu kota Xinjiang, Urumqi, meneriakkan “Akhiri penguncian!” sambil mengacungkan tinju ke udara, setelah kebakaran mematikan pada hari Kamis memicu kemarahan atas penguncian Covid-19 yang berkepanjangan. Banyak video beredar di media sosial China menggambarkan bagaimana demo berlangsung..
Video memperlihatkan orang-orang di alun-alun menyanyikan lagu kebangsaan China dengan liriknya, “Bangkitlah, mereka yang menolak menjadi budak!” sementara yang lain berteriak ingin dibebaskan dari lockdown.
Urumqi berpenduduk 4 juta dan mengalami penguncian terlama di negara itu. Warga dilarang meninggalkan rumah mereka selama 100 hari.
Di ibu kota Beijing yang berjarak 2.700 km, beberapa penduduk protes dalam skala kecil karena pembatasan pergerakan yang diberlakukan pada mereka. Protes berhasil menekan pejabat untuk mencabut pembatasan lebih cepat dari jadwal.
Pemicu kemarahan publik adalah kebakaran di gedung bertingkat tinggi di Urumqi yang menewaskan 10 orang pada Kamis malam. Kasusnya menjadi viral di media sosial karena banyak pengguna internet menduga bahwa warga tidak dapat menyelamatkan diri dengan cepat karena sebagian gedung terkunci.
Pejabat Urumqi tiba-tiba mengadakan konferensi pers pada dini hari Sabtu untuk menyangkal penguncian menghambat penyelamatan, tetapi pengguna internet terus mempertanyakan narasi resmi tersebut.
“Kebakaran Urumqi membuat semua orang di negara ini kesal,” kata Sean Li, seorang warga di Beijing.
Penguncian di kompleksnya “Berlin Aiyue” dibatalkan pada hari Jumat setelah penduduk memprotes pemimpin lokal mereka dan meyakinkannya untuk membatalkannya.
Penduduk mengetahui rencana tersebut setelah melihat para pekerja memasang penghalang di gerbang mereka. “Tragedi itu bisa terjadi pada kita semua,” katanya.
Pada Sabtu malam, setidaknya sepuluh kompleks lainnya mencabut penguncian sebelum tanggal akhir yang diumumkan setelah warga mengeluh, menurut penghitungan Reuters dari postingan media sosial oleh warga.
Video terpisah yang dibagikan kepada Reuters menunjukkan penduduk Beijing di bagian kota yang tidak dapat diidentifikasi berbaris di sekitar tempat parkir terbuka pada hari Sabtu, meneriakkan “Akhiri penguncian”.
Pemerintah Beijing tidak segera menanggapi permintaan komentar pada hari Sabtu.
Xinjiang adalah rumah bagi 10 juta orang Uyghur. Kelompok hak asasi dan pemerintah Barat telah lama menuduh Beijing melakukan pelanggaran terhadap etnis minoritas yang sebagian besar Muslim, termasuk kerja paksa di kamp-kamp interniran. China dengan keras menolak klaim semacam itu.
China membela kebijakan nol-Covid khas Presiden Xi Jinping sebagai penyelamat jiwa dan diperlukan untuk mencegah sistem perawatan kesehatan kewalahan jika kasus harus meledak. Para pejabat telah berjanji untuk melanjutkannya meskipun penolakan publik meningkat dan jumlah korban naik di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
China mengatakan pada hari Jumat akan memangkas jumlah uang tunai yang harus disimpan bank sebagai cadangan untuk kedua kalinya tahun ini, melepaskan likuiditas untuk menopang ekonomi yang goyah.
Pada Jumat, negara itu mencatat penambahan kasus harian sebesar 34.909, dengan infeksi menyebar ke banyak kota, mendorong penguncian yang meluas dan pembatasan lain pada pergerakan dan bisnis.
Shanghai, kota terpadat di China dan pusat keuangan yang mengalami penguncian dua bulan awal tahun ini, memperketat persyaratan pengujian untuk memasuki tempat budaya seperti museum dan perpustakaan, mengharuskan orang untuk menunjukkan tes Covid-19 negatif yang diambil dalam waktu 48 jam, turun dari yang sebelumnya 72 jam.
Reaksi Pemerintah China
Pemerintah China mulai bereaksi untuk memadamkan demonstrasi yang timbul di negara itu. Sebelumnya akhir pekan, sejumlah protes dilaporkan terjadi di beberapa kota dan universitas.
Massa berjumlah ratusan mengecam aturan ketat pemerintah termasuk penguncian (lockdown) guna menangani Covid-19. Bukan hanya itu, mereka juga menyuarakan Presiden Xi Jinping mundur.
Dalam update AFP, Senin (28/11/2022), pemerintah China dilaporkan telah melakukan sensor ketat di media sosial. Pemberitaan soal aksi unjuk rasa, dengan kata ‘Sungai Liangma’ dan ‘Jalan Urumqi’ telah dihapus dan tak ditemukan sama sekali.
Sungai Liangma sendiri berada di pusat kota Beijing. Ini menjadi pusat para pendemo berkumpul meneriakkan yel-yel anti kebijakan Covid-19 dan desakan mundurnya Xi Jinping.
Sedangkan Jalan Urumqi adalah pemantik awal demo, merujuk ke wilayah di Xin Jiang, tempat lokasi kebakaran di China pekan lalu yang menewaskan 10 orang. Ini memicu kemarahan warga karena pada saat kejadian wilayah itu dikunci akibat corona sehingga membuat pertolongan ke korban lamban.
Pencarian di Weibo untuk tagar #A4, yang merujuk ke kertas kosong sebagai simbol protes ke sensor yang dilakukan pemerintah juga dilaporkan telah dimanipulasi. Hanya ada segelintir postingan jika dibanding hari sebelumnya.
Polisi China, dilaporkan media yang sama, mulai menangkap pendemo. Di Shanghai dua orang baru ditahan pada Senin, setelah sebelumnya beberapa juga ditangkap pada Minggu (27/11/2022).
“Polisi China menahan dua orang pada Senin di sebuah lokasi di Shanghai tempat para demonstran berkumpul selama akhir pekan untuk memprotes penguncian Covid-19 dan menyerukan kebebasan politik yang lebih besar,” tulis AFP lagi.
“Ketika ditanya mengapa salah satu orang dibawa pergi, seorang polisi mengatakan … karena dia tidak mematuhi pengaturan kami dan kemudian merujuk reporter tersebut ke polisi,” tambah media itu lagi.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri China belum memberi klarifikasi. Situs kementerian, saat dilihat CNBC Indonesia, belum menyinggung masalah ini.
Sebelumnya Presiden China Xi Jinping menegaskan bahwa kebijakan penguncian ketat Covid-19 merupakan langkah yang paling tepat bagi negara itu. Juru Bicara Partai Komunis, Sun Yeli, menjelaskan kebijakan ini telah menjaga tingkat infeksi dan kematian tetap rendah, juga memastikan stabilitas sosial dan ekonomi.
Namun, pakar politik China di National University of Singapore, Alfred Wu, mengatakan bahwa rakyat Tiongkok telah mengalami situasi muak. Ini seharusnya menjadi lonceng besar bagi kekuatan politik negara itu.
“Orang-orang sekarang telah mencapai titik didih karena belum ada arah yang jelas untuk mengakhiri kebijakan nol-Covid. Partai telah meremehkan kemarahan rakyat,” ujarnya.