Mediapasti.com – Bank Dunia dalam laporan Global Economic Prospects edisi Juni 2025 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan mencapai 4,7% pada tahun 2025.
Angka ini turun dari proyeksi sebelumnya pada Januari 2025 yang berada di level 5,1%.
Pada tahun 2026, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya akan sedikit meningkat menjadi 4,8%, dan baru pada 2027, Indonesia diprediksi kembali mencapai level 5%.
Tren ini menunjukkan tantangan serius dalam pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan pelemahan global yang masih berlanjut.
Perbandingan dengan Negara Lain di Kawasan Asia Timur dan Pasifi
Indonesia tergolong sebagai negara emerging market di kawasan Asia Timur dan Pasifik bersama dengan Tiongkok (Cina) dan Thailand.
Proyeksi ekonomi negara-negara tersebut juga menunjukkan tren perlambatan:
Tiongkok: Tetap tumbuh sebesar 4,5% pada 2025, tidak berubah dari proyeksi sebelumnya.
Thailand: Diprediksi hanya tumbuh 1,8%, lebih rendah dari Indonesia.
Kawasan Asia Timur secara keseluruhan tetap menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi global, namun mulai menghadapi tekanan dari faktor eksternal seperti perang dagang, melemahnya permintaan global, dan ketegangan geopolitik.
Ekonomi Global di Tengah Ketidakpastian
Secara global, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia hanya mencapai 2,3% pada tahun 2025. Proyeksi ini juga mengalami penurunan dari prediksi awal tahun yang sebesar 2,7%.
Faktor-faktor utama yang memicu perlambatan global antara lain:
- Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
- Kebijakan proteksionis yang semakin menguat di negara maju.
- Ketidakpastian kebijakan moneter, khususnya suku bunga tinggi yang bertahan lama di AS dan Eropa.
- Risiko geopolitik, termasuk konflik di Ukraina, Timur Tengah, dan Laut Cina Selatan.
Bank Dunia menyoroti bahwa negara-negara berkembang paling rentan terdampak, karena mereka bergantung pada perdagangan dan investasi asing untuk mendorong pertumbuhan.
Tiga Langkah Strategis untuk Negara Berkembang
Dalam laporan tersebut, Bank Dunia merekomendasikan tiga prioritas utama bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia:
- Memperkuat Kerja Sama Perdagangan
Meningkatkan integrasi regional dan global untuk mendorong ekspor dan stabilitas rantai pasok. - Memulihkan Kesehatan Fiskal
Menyeimbangkan kembali anggaran negara melalui reformasi perpajakan dan efisiensi belanja publik. - Mendorong Penciptaan Lapangan Kerja Berkualitas
Fokus pada sektor-sektor padat karya dan digitalisasi untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas.
OECD Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Indonesia
Selain Bank Dunia, OECD dalam laporan Economic Outlook edisi Juni 2025 juga memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia:
Pertumbuhan 2025 diperkirakan 4,7%, turun dari proyeksi Maret sebesar 4,9%.
OECD menyoroti tekanan dari inflasi pangan, tingkat suku bunga tinggi, dan pelemahan ekspor komoditas.
OECD juga mencatat bahwa program-program bantuan sosial dan subsidi energi Indonesia masih berperan besar dalam menjaga konsumsi rumah tangga, tetapi ketahanan fiskal jangka panjang perlu dijaga.
Respons Pemerintah: Fokus Jaga Daya Beli dan Stimulus Ekonomi
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengakui bahwa perlambatan ekonomi terjadi secara global. Ia menyebut perang tarif antara Amerika Serikat dan negara-negara lain sebagai salah satu pemicu utama.
“Dari segi perdagangan, ini terpangkas akibat perang tarif atau tarif resiprokal yang diterapkan oleh AS. Dampaknya membuat proyeksi pertumbuhan banyak negara terkoreksi 0,5 hingga 0,7 persen,” kata Airlangga dalam konferensi pers daring dari Paris, Rabu (4/6/2025).
Untuk mengantisipasi tekanan tersebut, pemerintah telah meluncurkan lima paket stimulus ekonomi yang mencakup:
- Dukungan terhadap sektor UMKM
- Bantuan langsung tunai untuk menjaga konsumsi
- Insentif pajak untuk sektor prioritas
- Subsidi energi dan pangan
- Investasi infrastruktur strategis
Airlangga juga menyebut bahwa kebijakan Indonesia sejalan dengan respons negara-negara anggota OECD lainnya yang juga berupaya melindungi daya beli masyarakat di tengah tekanan ekonomi global.